Kamis, 27 Februari 2014

JAKARTA BELUM MAMPU MEMBUAT DAMAI DI PAPUA

Oleh: Dominggus Pigai*)

                        "Berdamailah dengan bangsa dan rakyat Yang Sengsara, Supaya Bencana dan Petaka Tidak Lagi Menimpa dan Memporak Porandakan Kehidupan Manusia di bumi"


Tampaknya hubungan sejarah konflik antara Indonesia dan papua belum berakhir. Karena itu, rakyat Papua terus meminta Jakarta untuk dapat duduk secara bersama-sama dalam sebuah ruang demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Azasi Manusia guna penyelesaian konflik yang telah berusia ratusan tahun.
Namun, Jakarta tetap bersikukuh untuk mempertahankan otoritas negara ketimbang melihat sebuah proses dan mekanisme negara untuk menyelesaikan konflik secara terbuka. Sejumlah paket Konstitusi diluncurkan kepada rakyat Papua sebagai solusi Konflik Jakarta atas Papua. Klimaks dari rentetan seluruh kebijakan Negara terhadap Papua bermuara pada UU. No.21/2001, Unit Percepatan Pembangunana Papua Barat (UP4B) dan Undang-undang Otonomi Plus.

Meskipun, mendapat kecaman dan protes terhadap sejumlah Kebijakan Nasional dari rakyat Papua, namun Pemerintah terus memaksakan kehendaknya untuk diterima dan direfleksikan sebagai bagian dari sebuah solusi rakyat Papua. Jakarta hanya melihat syarat kenegaraan secara politik lebih diutamakan dibandingkan syarat manusia sebagai komponen pembentuk negara. Bisakah sebuah negara menjadi kuat bilamana rakyatnya keropos dan hancur-berantakan ?


Ide-ide kolektif lokal rakyat Papua untuk penyelesaian konflik berupa perundingan, Dialog, Referendum sebagai media masih dipandang sebelah mata. Bahkan Pemerintah Jakarta menutup hati, pikiran dan memberi respon masyarakat Papua. Dalam situasi demikian, system rekayasa kekerasan dan konflik dikonstruksikan oleh pihak-pihak tertentu dengan maksud untuk memperpanjang penderitaan dan kekerasan di atas Tanah Papua.


Patut dipikirkan bahwa pikiran rakyat yang diperjuangkan dalam dinamika sejarah untuk perubahan kolektivitas disikapi atas dasar pemikiran yang berpijak pada kebebasan sosial pada hukum negara yang tidak memutlakan kekuasaan politik otoritarian. 


Pemikiran tersebut terkadang berhadapan dengan relasi kekuasaan yang menggunakan instrument Negara untuk menjebak rakyat pada kekuasaan Negara sebagai suatu kesepakatan elitisentris. 

Meskipun perdebatan politik dalam ranah konflik harus menjumpai posisi dan peran kepentingan yang tidak berimbang. Sejumlah perbedaan-perbedaan dapat dirundingkan tanpa harus menemui sebuah kesepakatan bersama dalam ranah Negara demokrasi. 


Pilihan tepat untuk berdebat dalam kepentingan yang berbeda tidak serta merta karena sebuah kebenaran hakiki yang musti dipersandingkan tetapi perbedaan-perbedaan yang memblokir jalannya demokrasi dapat dilihat sebagai suatu warisan sejarah yang terpendam. 

Di Papua kehidupan yang adil dan damai diukur dengan sebuah regulasi local sebagai turunan dari konstitusi Negara. Pemikiran yuridis politis tersebut tidak melibatkan dan mengakomodir sebuah kesepakatan social rakyat Papua dalam dinamika iklim demokrasi berbasis kearifan local sebagai media rakyat yang memenuhi standar Hak Azasi Manusia yang berlaku universal.


Tetapi, pemikiran rakyat Papua dibungkam. Pemerintah belum cukup kuat dan gesit dalam memperlunak dinamika konflik secara laten dan kontinyu di Papua. Semuanya, dipadukan dalam instrument Negara.

Perspektif negara secara formal yang bercampur curiga menghadapi dan menghampiri rakyatnya dalam bernegosiasi patut dilihat sebagai suatu media politik yang potensial dalam membangun kesepahaman bersama. 

Rakyat yang dipandang memiliki pikiran lain atau berbeda pandangan masih dilihat “lain dari pada yang lain”.Kondisi demikian menunjukan negara Indonesia sedang sakit dan mengalami krisis dalam hidup berdemokrasi, Krisis dalam penegakkan Hak Azasi Manusia, Krisis percaya diri dalam berhadapan dengan penyelesaiaan segala bentuk konflik, Krisis kepemimpinan bapak bangsa yang bisa melihat secara utuh keluhan bangsa dan rakyat “yang lain” sebagai alternative demokrasi.

Sikap kedewasan bapak bangsa belum tampak. Rakyat dikucilkan bahkan diperlakukakan dengan kekerasan. Angkat senjata untuk menyelesaikan konflik sudah tidak pantas dipertontonkan dalam kehidupan Negara Indonesia yang sudah merdeka dalam menjaga perdamaian dunia.


Para pihak-pihak yang bertikai musti diajak untuk berunding untuk meminta penyelesaian masalah. Beberapa negara sudah mulai memprakarsai gerakan-gerakan perundingan damai dalam rangka menjaga keutuhan dan martabat kehidupan manusia (Suriah, Thailand, Pakista dll). Suatu record dunia yang patut diberi acung jempol dalam pembelajaran akan demokrasi.

Terpenjara dengan sebuah ideologi kekuasaan (bukan ideology Negara) akan menghancurkan keutuhan kehidupan manusia di bumi. Karena Ideologi kekuasaan yang dibangun dengan sebuah sifat ketamakan tentunya akan mengorbankan sesama manusia. Ideologi kekuasaan tidak pernah menyelesaikan masalah. Ideologi tentang kekuasaan sudah usang dan tidak pantas dipertahanakan.


Bersikap optimis dalam rangka menyelesaikan krisis kemanusiaan akibat konflik/kekerasan yang bersifat vertical akan menjadi trend dalam kehidupan berbangsa. Darah-darah manusia yang tak berdosa tumbal sia-sia akibat sebuah rezim yang kekuasaan mempertahankan posisi ideologi kekuasaan. Sudah semestinya, kesadaran untuk memutuskan mata rantai kekerasan ini dilakukan secara bersama-sama dalam spiritualitas kemanusiaan yang adil dan beradab.


Tetesan darah tak bernoda telah mengundang kemarahan Murka Sang Khalik untuk membumi hanguskan manusia yang memangsa sesama manusia (homo homini lupus).

Negara bangsa mana yang akan kokoh dan kuat bertahan menahan badai dan murka Sang Khalik. Tunduk untuk mengasihi manusia secara damai atau bertahan mempertahankan ideologi kekuasaan suatu Negara yang usianya hanya seumur jagung yang tak pernah abadi.





Penulis: Tokoh Agama di Papua
 

Kamis, 20 Februari 2014

MILITER INDONESIA KEMBALI MELAKUKAN PEMBUNUH TERHADAP RAKYAT SIPIL DI PUNCAK JAYA

Welison Wonda, Warga sipil di Mulia. Di tembak oleh Tentara Nasional Indonesia ( TNI ), tepatnya di  ujung Lapangan terbang, Puncak Jaya, pada 19 Juli 2013 lalu. 

Welison dituduh sebagai pengikut Goliat Tabuni. 
Terkait unsiden ini, TNI dan media nasional Indonesia merekayasa berita bahwa Welison dibunuh karena mencoba menyerang patroli TNI di pasar Mulia. 
Bukan hanya itu, tetapi  banyak rakyat sipil Papua yang ditembak oleh  TNI/Polri namun tidak terekspos. 

Seandainya tidak ada TNI/Polri dan para pendatang di Puncak Jaya, pasti rakyat disana aman dan tenteram seperti kehidupan semula.




Sumber: Grup Facebook KNPB

Senin, 17 Februari 2014

Sikap Anggota Polisi Kiki Kurnia, Telah Mengkhianati Nilai Budaya Papua

Saat aksi kemarin, massa dari KMPB, dan BEM Uncen, mengenakan pakean adat Papua. (FOTO/Nesta)
Jayapura, SUARA INDEPENDEN - Kiki Kunia, anggota Polisi yang bertugas di Jayapura, Papua, “telah melecekan nilai budaya Indonesia di Papua.” hal ini telah terbukti saat aksi yang digelar Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit (KMPB), dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cendrawasih, di depan Kampus Uncen Prumnas 3, Jayapura, Papua,  pekan kemarin. Kata Mully Wetipo, pada, Selasa, (18/2) pagi tadi.

Melalui Pesan singkat yang dikirim oleh Kodinator Umum KMPB, mengatakan, Sikap dirinya menunjukan bawah, Budaya Indonesia atau Papua itu kuno.” Sehingga Polisi Kiki menghalangi aksi massa yang mengenakan pakean adat budaya Papua saat aksi kemarin itu, “Ujarnya kepada media ini.

Dia tidak menyadari.  Aksi yang di laksanakan kemarin itu Mahasiswa Papua. Namun atas tindakan ini, “Kami sangat kesal.” Bahkan hal ini sangat diskriminasi terhadap budaya Papua. 

Mully menamba, Jika memang Kurnia berani, Coba hentikan hari Budaya atau pakean adat yang ada di setiap wilayah di Nusantar ini. Lanjutnya, Kalau tidak berani, jangan mengada-ngada hanya di Papua.

Namun, dalam hal ini, kami mendesak kepada semua pihak untuk tindak tegas atas tindakan Polisi Kiki Kunia.

Sementar itu, Aktivis pencintah seni dan Budaya, Sampari Wetipo menambah, seperti yang beritakan suaraindependen kemarin, tindakan Kiki Kunia, telah berupaya membunuh budaya Papua, yang diwariskan oleh orang tua kami, “Pungkasnya.

Selain itu, Kata Sampari, dalam aksi itu, Alfred Papare dan Kiki Kunia adalah actor utama untuk menghalangi massa aksi yang mengenakan pakean budaya. Namun, lanjutnya, Sikap Alfred, menyangkal dirinya sendiri sebagai anak adat, mestinya Papare harus sadar bawah Dia dilahirkan dalam budaya Papua.

Kemudian, penghadangan yang dilakukan oleh kedua aparat ini, telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 yang menyatakan,  bawah; “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”
 
Untuk itu kami minta kepada, pihak penegak hokum untuk proses terhadap kedua aparat Kepolisian yang melakukan tindakan itu. (SI)


Jackson Ikomouw

KMPB: PERLU MELINDUNGI BUDAYA PAPUA, DARI ARUS GLOBALISASI

Foto Tabloid Jubi
Jayapura, SUARA INDEPENDEN –Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Majelis Rakyat Papua (MRP), dan Dewan Adat Papua (DAP) harus melindungi budaya Papua dari ancaman globalisasi.” 

Demikian pernyataan Kordinator umum Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit (KMPB), Mully Wetipo, kepada suaraindependen, Via-Handphone, Senin, (17/2). 

Melalu pesan singkat, Mully, mengatakan, jangan biarkan budaya Papua terbawah arus, akibat dari budaya kaum pendatang di Papua. Namuan perlu di angkat dan di lindungi. Sebab “ inilah jati diri orang Papua.”Pungkasnya.

Lanjutnya, Media penyalur aspirasi rakyat Papua jangan sepelehkan persoalan ini, sebab itu soal harga diri orang asli Papua, namun perlu melindungi dan memagari.

Selain itu, Kata dia, Saat siang tadi kami menggelar aksi, kami sangat kesal atas tindakan Kepolisian yang menghalangi kami saat aksi, dan tidak menghargai budaya kami sebagai orang Papua, “Ujarnya.

Pada hal, kami Mahasiswa murni yang menggelar aksi Budaya Papua ini, tetapi tindakan aparat tidak professional dalam menjalankan tugasnya.

Menurut, Mully, Walaupun pihak aparat halangi kami, “Kami akan terus memperjuankan hingga budaya Papua dapat dimasukan salam Perda oleh Pemerintah Provinsi Papua, “Pungkasnya.

“Jika tidak menyikapi tuntukan kami, kami siap boikot Pemilihan Presiden. “Ujarnya.

Kami harap segera terima tuntutan kami, agar budaya Papua tetap hidup bersama orang dari generasi-ke generasi yang akan datang nanti, “Harapnya. (SI)



Jackson Ikomouw

DPRP SEGERA PERDAKAN BUDAYA PAPUA, MENJADI KURIKULUM PENDIDIKAN

Jayapura, SUARA INDEPENDEN - Dewan Perwakilan Rakyat Papua diminta, Segera perdakan budaya Papua untuk jadikan pendidikan muatan lokal. Hal ini disampaikan oleh aktivis pencinta seni dan budaya Papua, Sampari Wetipo, melalui pesan singkat yang diterima media ini, Senin, (17/2) . sore ini.

Sampari, mengharapkan, Dewan Perwakilan Rakyat Papua perlu jadikan budaya Papua sebagai Kurikulum Pendidikan dari  Sekolah Dasar hingga Menengah di tanah Papua, “Harpanya.

Wetipo Menamba, agar budaya tidak hilang dimakan oleh arus globalisasi, Untuk itu, lanjunya, jadikan mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) demi mempertahankan budaya kami sebagai jati diri orang Papua.

Kami harap, Dewan Adat Papua (DAP), Majelis Rakyat Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, segera mengangkat budaya Papua agar budaya Papua dapat terus dijunjung tinggi dari generasi-generasi seperti daerah lain di Indonesia

Alfred Papare Benci Identitasnya, Kiki Kurnia Wajar Aktor  Penghancur Demokrasi

Sampari Wetipo mengutuk tegas atas tindakan, Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare dan Kiki Kunia, yang telah berusaha membubarkan masa  aksi dari Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit (KMPB) dan badan Eksekutif Mahasiswa (BEM ) Universitas Cendrawasih saat menggelar aksi tentang  selamatkan budaya Papua dari persaingan budaya asing yang mengancam Ras Budaya Papua. siang tadi, di depan pintu gapura Uncen.

Pada hal, sebelum melaksanakan aksi, sudah mengajukan surat perijinan. Namun lanjutnya, “Kami sebagai rakyat Papua mengutuk atas tindakan mereka, “Ujarnya. 

Mestinya pihak Kepolisian sebagai keamanan perlu melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan menciptakan kekacauan. 

Mereka tidak menyadari, pada hal aksi siang tadi, masa mengenakan pakean adat dari berbagai daerah di tanah Papua.

Mengapa tidak hargai budaya oaring Papua ? sebab budaya Papua sudah diwariskan oleh leluhur orang Papua ,“sejak bangsa lain datang ke Papua ! Harus perlu dihargai.

Selain itu kata, Sampari, Kalaa untuk, Kiki Kurnia, sangat jelas actor pengacau di Jayapura, saat rakyat Papua gelar aksi

Namun yang diherang, atas tindakan Alfred Papare tidak menyadari dirinya, pada hal dia itu anak adat Papua, dan dia sendiri juga di lahir dengan budaya Papua yang dia larang

“aneh ! dia tidak menyadari bawah itu Identitasku.”Katanya.

Untuk itu  seorang penegak hokum harus hargai Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Yang menyatakan,  bawah;
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas” 

Serta merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan hal ini harus diciptakan di tanah Papua (SI)

Jackson Ikomouw

Sabtu, 15 Februari 2014

DJOHAR ARIFIN: SUPPORTER INDONESIA BELUM DEWASA, HARUS BELAJAR DARI PAPUA

Ketua PSSI, Djohar Arifin
(FOTO/Google)
Aceh, SUARA INDEPENDEN - Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh IIndonesia (PSSI), Djohar Arifin, apresiasi kepada suporter asal Papua. Sebab supporter asal Papua sangat dewasa dalam menyaksikan pertandingan Sepak Bola, ketimpang supporter  lainnya di Indonesia  yang selalu membuat keributan di lapangan.

Hal itu sampaikan Djohar, seusai melantik Pengurus Asosiasi PSSI Aceh di GOR Komplek Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya, Banda Aceh, seperti dilansir http://bola.okezone.com, Edisi;  Sabtu (15/2/2014).

Sepertinya, kata Dia, saat Laga uji coba PSIS Semarang versus Tim nasional U-19 yang berakhir 1-1 tadi malam, sempat dihentikan karena aksi pelemparan kembang api berasap. 

Pertandingan yang dihelat di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/2) malam tadi sempat dua kali dihentikan wasit, karena aksi ceroboh suporter yang membakar dan melempar flare dari atas tribun. 

Aksi ini bukan hanya mengganggu laga tapi juga cukup membahayakan pemain. Djohar menilai kalau insiden ini bukan hanya bisa mencoreng nama PSIS Semarang tapi juga sepakbola Indonesia.

“Kami menyesalkan masih ada penonton yang membawa, dan menyalakan kembang api saat pertandingan dilangsungkan. Kalau mau main kembang api, atau lempar botol, lebih baik cari tempat lain, jangan di stadion,” cetus Djohar.

Kita harus malu dengan Papua. Tidak ada penonton yang membakar kembang api, dan melempar botol minuman saat pertandingan berlangsung.

“Saya mengimbau agar pecandu sepakbola tidak lagi melakukan perbuatan yang bisa merusak citra Indonesia.”

Di Indonesia Super League (ISL) 2014, ada tiga tim asal Papua yang ambil bagian. Selain juara bertahan Persipura Jayapura, ada tim promosi Perseru Serui yang bermarkas di Stadion Mandala, serta Persiram Raja Ampat dengan home-base di Sleman.

Maka, perlu mencontohi yang terjadi di Papua. Sebab di Papua, jika ada yang mengeluarkan cara-cara buruk, “Orang yang di sampingnya akan marah kalau ada yang mengeluarkan macam-macam gangguan, “Ujarnya.

Jadi, Kata Djohar, mereka itu ingin sekali lapangan mereka itu berjalan aman, kemudian pertandingannya itu bersih, lancar. 

Gaya Papua ini perlu ditiru. Kadang-kadang kalah timnya pun mereka tidak mengacaukan pertandingan," sebutnya. (BO/JI)

Jumat, 14 Februari 2014

Komnas HAM finds human rights violations in Freeport tunnel cave in


The National Commission on Human Rights (Komnas HAM) has released its findings regarding serious human rights violations in the Freeport Big Gossan tunnel cave in that claimed the lives of 28 workers and injured 10 others.

“PT Freeport had the ability to prevent this from happening but didn’t. The lack of effort jeopardized the lives of others. The gravity of this case is serious,” Komnas HAM commissioner Natalius Pigai said on Friday as quoted by kompas.com.

He therefore suggested that the government follow up the commission’s report by thoroughly investigating the incident to uncover any indications of negligence.

The Big Gossan training facility at Freeport’s Grasberg mine collapsed on May 14 last year, trapping 38 workers inside a tunnel during a safety course. (SI)


Festival Budaya Papua, Digelar Meriah di Manokwari

Team Budaya, perwakilan dari Suku Mee, saat menari. (SI/Cobe Raweyai)
Manokwari, SUARA INDEPENDEN - Dalam rangka memperingati hari Seni dan budaya Papua ke-IV, masyarakan dari berbagai suku menggelar festival budaya di Manokwari, Papua Barat. pada, Jumat, (14/2) siang tadi. 

Awalnya, Peserta festival budaya kumpul di lapangan milik Bank BRI. 

Kemudian mereka mulai star dari depan Kantor Dinas Kehutanan Manokwari hingga finis di borarsi. Kegiatan tersebut, di suppor oleh Pemerintah Provinsi Papua barat. 

Saat kegiatan siang tadi itu mengakibatkan lalu lintas macet total di sepanjang jalan. Pantauan reporter suaraindependen, Cobe Raweyai, disela-sela kegiatan dilaksanakan. (SI)

INI FOTO SLIDE KEGIATAN FESTIVAL BUDAYA 






Rabu, 12 Februari 2014

Erik Magai : Katua IPMAMI Jabotabek Segera Rekomendasikan Kami !!

Logo IPMAMI, (FOTOILS)
Bogor, SUARA INDEPENDEN – Mahasiswa asal Timika yang berstudy di Kota Bogor meminta, ketua  Kordinator wilayah Jakarta  segera menerbitkan surat rekomendasi untuk bentuk IPMAMI Kota Studi Bogor, mengingat letak geografis, bahkan kuota Mahasiswa Timika di bogor mulai banyak. Demikian kata, Erik Magai, Kamis, (13/2) 

Melalui Pesan singkat yang terima media ini, Magai mengatakan, Kami juga mau bentuk Ikatan sendiri untuk belajar berorganisasi yang baik.

Selain itu, Kata Eric, volume Mahasiswa Asal Kabupaten Mimika di Kota study Bogor sudah mencapai sekitar lima puluh  (50) sesuai dengan pendatan yang kami lakukan pada tahun 2006-2013 lalu, “Ujarnya. Untuk itu

“kami mendesak kepada Kordinator wilayah Jakarta segera memekarkan korwil baru bagi kami  di bogor, sebab kami juga mau belajar dan mengetahui tentang organisasi “Tegasnya kepada media Independe.

Untuk kepengurusan bayangan kami sudah bentuk. Di Ketuai, Sdr. Marvel Magai, Wakilnya, Sdr.  Yunus Ei Gobai. 

Magai menambah, kami harap, secepatnya Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Mimika (IPMAMI) Se-Jabotabek. Segera rekomendasi kami !!

Namun, dalam waktu dekat kami mau membentuk kepengurusan secara resmi dan mengadakan Musyawara Besar di Kota study Bogor.

Agar melalui Organisasi itu, nantinya akan dibentuk guna  menciptakan kaum intelek yang mampu menyikapi berbagai persoalan di Timika, bahkan dapat menciptakan Sumber Daya Manusia yang professional di Kabupaten Mimika, umumnya Papua pada masa mendatang. (SI)


Eki Gobai

KKR Di Tigi Barat, Tuhan Nyatakan Mujizat

Keenam Penginjil dari SST WP, bersama Umat Tuhan di Kampung Odekotu,. (FOTO/MT)
Deiyai, SUARA INDEPENDEN - Team penginjilan dari Sekolah Tinggi Teologia (STT) Walter Post  di Nabire, menuju ke wilayah Tigi barat, Kabupaten Deiyai, pada 18 Januria 2014 lalu. Untuk melaksanakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Thema, dalam penginjilan ini, “ Sekami, Sehati, dan Sejiwa.

Bulan lalu, "kami sudah pelayanan di daerah Klasis Tigi Barat. Namun, saat pelayanan  kemarin itu, di pusatkan di enam Jemaat yang ada di Daerah tersebut. Demikian kata, Ev.Silas Bobi, S.Th. kepada media ini, Via-handphone, Kamis, (13/2). Pagi tadi.

Enam Jemaat yang kami sudah pelayanan adalah, Gereja Idego, Gotiyai, Tenedagi,Odekotu, Abega,dan Tugu-tugu lalu malam penutupannya digelar  di gereja kingmi Onago.

Menurut,  Ev. Silas, Saat pekabaran kemarin, mujizat Tuhan sangat nyata hingga orang sakit  sembuh, orang lumpu berjalan.

Selain itu,  Khotbah yang disampaikan kemarin itu, semua umat Tuhan menerima dengan baik. Kemudian,  ada umat yang menari-nari, dan menangis dalam becek serta meratap minta ampun kepada Tuhan, “ katanya.

      Disela-sela penginjilan, “Kami pertanyakan dua hal kepada umat. bawah, Pertama: Apakah Bumi ini akan kiamat dalam waktu yang singkat ? Kedua: Apakah Papua Merdeka  sudah di ambang pintu ?

“Pasti kedua hal ini akan terwujud !! Tetapi, Saat ini umat Tuhan sudah mempersiapkan diri atau belum untuk menyambut ?  Jika belum, “Ini saat untuk menyerakan diri kita masing-maisng kepada Tuhan”

Namun, untuk kedepan kami akan terus pelayanan kepada umat Tuhan, sebab ini tugas dan tanggung jawab kami sebagai gembala  dan tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kami.

Kemudian kami mengharapkan, ini saatnya generasi Papua Bangkit untuk merubah Papua dari masing profesi yang Tuhan berikan kepada setiap kami. (SI)



Mateus Tekege


Selasa, 11 Februari 2014

Tarik Militer Dari Papua, Berikan “Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua.”

Logo AMP

Jogyakarta, SUARA INDEPENDEN- “Hak menentukan nasib sendiri solusi demokratis bagi rakyat Papua” Demikian bunyi pernyataan yang disampaikan Sekretarsi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite Kota Jogyakarta, Telius Jikwa, Rabu, (12/2). Siang tadi.

Kepada, suaraindependen, Telius mengatakan, Berbagai konflik yang menelan ratusan ribu nyawa orang Papua, sejak Trikora dikumandankan oleh Ir Seokarno pada 19 Desemebr 1961 di Yogyakarta hingga saat ini tidak terlepas dari Status Politik Papua, “Ujarnya.

Lanjutnya, yang tidak jelas dan tidak terselesaikan sesuai Instruksi Roma Agreement tahun 1962  setelah New York Agreement, dimana Pemerintah Indonesia diberi tugas untuk mempersiapkan Papua selama 25 tahun dan kemudian dikembalikan kepada PBB untuk melaluka Act of free Choice atau self determination for West Papua. Dan dan pelaksanaan PEPERA yang Cacat Hukum dan tak bermoral.

Selain itu, Rezim militer Orde Baru Soeharto menjadikan Papua sebagai daerah operasi militer (DOM) sejak 1977-1998, terutama Angkatan Darat (AD) hingga era reformasi ini terlihat tidak berubah.

“Kesan seperti itu sangat terasa karena instansi militer dan para petinggi militer di Kodam dan jajarannya mendominasi rana politik dan jalannya pemerintahan di Papua.”

Cengkraman Militer atas Papua kian kuat karena adanya dwifungsi aparat dan dijadikannya Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) tersembunyi pasca reformasi.  Namun, lanjutnya, dengan semangat berdwifungsi tersebut, obsesi utama semua pimpinan militer Indonesia, khususnya di jajaran Kodam dan Polda Papua alah menghancurkan  TPN-OPM.

Tambahanya, Obsesi penghancuran TNP-OPM itu juga dimotivasi oleh kepentingan ekonomi dan politik. Secara politik petinggi Militer, seperti Pangdam, Danrem, dan Dandim. Secara ekonomi, semua perusahaan besar di Papua dikategorikan sebagai objek vital nasional. Artinya perusahaan-perusahaan itu berada di bawah naungan militer untuk keamanannya. Untuk itu, perusahaan-perusahaan harus menyetor sejumlah uang.

Kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia terus berlanjut hingga saat ini, pembunuhan terhadap Theis Eluay, Mako Tabuni, Huber Mabel serta kasus Biak Berdarah, Abepura berdarah, Wamena Berdarah dan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan tidak tuntas diselesaikan oleh Indonesia.
Di awal tahun ini, Peristiwa penembakan, penyisiran dan penangkapan kembali terjadi di Puncak Jaya, Papua  yang berawal dari perampasan delapan  pucuk senjata milik polisi pada 4 Januari 2014 oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat(TPN-PB).

Aksi balasan dan pengejaran yang dilakukan oleh TNI dan Polri menewaskan 1 orang anggota TPN-PB atas nama Endenak Telenggen, 1 Orang anggota TNI atas nama Pratu Sugianto, “Pungkas Jikwa.

Penyisiran berlanjut, 1  Pelajar SMA atas nama Tenius Telenggen ditangkap dan penyadapan Gereja saat warga sedang Ibadah  hari minggu 27 Januari lalu.  Akibat dari penyisiran Militer di Distrik Kulirik, Puncak Jaya, warga Kulirik Menggungsi ke hutan hingga saat ini  memasuki pertengahan  minggu keempat, “Jelasnya.

Peristiwa yang sama terjadi di Sasawan, Kepulauan Yapen, Papua, Sabtu (1/2) pagi yang menewaskan 1 orang anggota TPN-PB dan 10 orang lainnya ditahan polisi.  akibat penyisiran dan dominasi Militer di distrik Sasawan, warga mengungsi. Hingga saat ini warga masih ketakutan dan akitivitas tidak normal.

Secara ekonomi, Eksploitasi oleh perusahaan ilegal dimana-mana di seluruh Papua, di sepanjang Sungai Degeuwo di Kabupaten Paniai, Penambangan illegal sudah berlangsung selama 14 tahun yang merugikan masyakrat adat maupun pemerintah Kabupaten Paniai , Nabire, dan Provinsi Papua.

Masih banyak perusahaan illegal di Papua termasuk PT Freepot Indonesia dimana penanda-tangan kontrak kerja dilakukan oleh Pemerintah Indoensia dengan AS saat status Papua belum tergabung dalan NKRI.

Kami harapkan, Hentikan Penyisiran Brutal TNI-Polri Terhadap Warga Sipil Papua dan Tarik Militer ( TNI-Polri) Organik dan Nonorganik Dari Seluruh Tanah Papua. Kedua, Hentikan Eksploitasi dan Tutup Seluruh Perusahaan Milik Kaum Imperialis dan Kapitalis. Dan yang Ketiga, Berikan Kebebasan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Barat Sebagai Solusi Demokratis. (SI)



Jeckson Ikomow