Jumat, 10 September 2010

PEMBUNUHAN DI PANIAI PAPUA (BAGIAN PERTAMA)

Pembunuhan terhadap seorang Mahasiswa AKPER Paniai, Pada, Jumat (15/10/2010)  Sekitar pukul 10 malam. Dia dibunuh orang oknom-oknom yang terlatih (Profesional), dan mayatnya tidak temukan hingga sekarang

Oleh: Jackson Ikomouw*)

PADA, Jumat, (15/10/2010). Di malam itu, Saya bersama adik-ku yang berinisial YK menggunakan sebuah Motor Scorpions, bernomor polisinya 6583. Saya yang menyitirnya,  lalu menujuh ke rumah di kompelex Uwowiyago. Melalui jalan raya Toputo. Ketika di dekat pertikaan  jalan Iyaitake. Kendaraan yang kami tumpangi kehabisan bensin. Namun, saya parker motor itu dekat  rumahnya seorang guru SMA. Pikirku sejenak, dimana kami bisa membeli bahan bakar ? karena ini sudah jahu malam.  Kemudian, saya bilang ke YK, “Adik, kayanya bensin habis jadi,  kami  bisa beli bensing dimana ?  Ia menjawab, “Kaka, kita ke jalan PLN saja, karena kios yang depan PLN itu, masih buka sampe Pukul 12.00  Malam, “Katanya, sambil melihat bensin ditengki motor. “Ok baik, adik kami dua dorong r kesana sudah, “Jawabku, dengan rasa kesal.

Disela-sela itu, suasa di Ibu Kota Kabupaten Paniai atau yang  sering sapa Enagotadi, gelap gulita. Tak ada penerangan sepanjang  jalan raya, juga tak ada kendaran yang melintasi saat itu.. Kami du dorong motor melalui  jalan raya belakan Gereja St. Yusuf  Enarotali Iyaitaka..  Ketika, sampai didepan Gedung Uwataa Wogii Yogi. Terlihat masyarakat sedang beraktivitas seperti biasa. Tapi, Warung-warung sepanjang jalan depan bekas Kantor Kehutan di tutup. Di kesempatan itu, ada dua Ibu sedang berjualan pinang.

Di saat yang sama,  Saya  sangat kecapean, akhirnya saya minta YK untuk istrahat sejenak. Kemudian, saya menoleh ke sebuah parah-parah. Ada dua orang Ibu sedang berjualan Pinang, lalu saya membeli Pinang seharga Dua Puluh Ribu Rupiah. Seorang Ibu yang berjualan Pinang itu mengatakan, “Hati-hati yaa, kalau mau menuju kearah jalan PLN. Sebab TNI/Polri sedang siaga satu jadi. Saya juga mau pulang ke rumah ni, “Jelas kedua ibu itu, sambil menyimpang barang jualan. 

Lalu, orang-orang yang tadinya, terlihat tampak rame, mulai sunyi, cuma yang ada disekitar situ, enam orang. Salah satu mereka mengatakan, “Awas, jalan hati-hati. Sebab suasana semakin tegang jadi, “Kata, orang pendatang yang belum saya dan YK kenal itu.

Ketika sampai di depan kios panjang di jalan PLN. Ada empat orang sedang berhantam, dari ke-empat orang itu: salah satunya tergeletak dan/atau terjatuh di tanah karena kena pukulan . Saya menyaksikan hal tersebut tidak jahu dari tempat kejadian. Pada kesempatan itu, YK lebih focus untuk dorong motor. Bagi saya, ingin mendekati. Hanya mendamaikan pertengkaran. Dengan perasaan ragu-ragu saya mendekati mereka. Ketika, dilihat dari dekat; Ketiga orang tersebut yang melakukan pemukulan itu, “Memegang Pistol” di tangan mereka. Waooo, akhirnya saya menghindar dari mereka. Lalu saya bisik YK dengan secepatnya mendorong motor, juga tak boleh memandang mereka yang melakukan pemukulan itu. Sebab mereka pegang pistol di tangan mereka. Bahkan, disaat itu; saya juga diancam oleh salah satu dari mereka yang mengenakan topi juga memegang pistol. Ini kata dIA, “Ko, jangan dekat-dekat kesini yaa. Saya tembak kau nanti, “Tutur orang itu, dengan rasa emosi.

Aparat yang mengatakan hal tersebut, saya mengenal dirinya. Ia bernama Muna. Tugas di Pos Yonif 753 Enarotari. Atas tindakan pemukulan yang mereka lakukan telah disaksikan juga oleh beberapa orang pendatang yang sehari-hari kerja sebagai pedagang, bahkan juga oleh warga setempat. 

Sesampai di tempat pengisian bensing, saya minta Ibu penjual bensing itu untuk secepatnya mengisikan besin di motorku.  Saat motor kami di isi bensin. Kami memandang, ke arah peristiwa pemukulan tadi. Orang dipukuli hingga tak berdaya itu, di tarik  lalu dimasukan kedalam sebuah parit di arah kiri jalan PLN Enarotali. Kami berdua tidak mengenal, siapa korban pemukulan itu. Saya menduga bawah, “Mukin antara mereka sendiri. 

Namun. Salah satu dari mereka menuju ke tempat pengisian  bensin. Ketika dilihat dari dekat, Ia menggunakan sebuah Motor berwarna merah. Nomor Polisi dicopot. Ia bernam Muna D. Pada kesempatan itu, Ia juga mengisi bensin. 

Kemudian saya minta YK untuk medahulukan Ia pergi meninggal tempat pembelian bensin. Saya mulai bicara pake bahasa daerah, “Wene Okaitiga euwikumii. Inaikee Odigaa auwaipageka. (Adik, biarkan Dia pergi terlebih dahulu). Seusai Ia pergi, saya mulai star Motor yang kami tumpangi.

Langusng star Motor, Muna  pergi lewat jalan Iyaibutu, bahkan tidak membayar uang bensin. Untuk yang  dua pelakunya,  menuju ke arah Kantor Distrik Paniai Timur, dengan menggunakan motor Vizer. Nomor Polisi tidak jelas. Entah, kemana mereka berdua pergi tak ada kejelasan. 

Pikirku:  Ingin aku melihat, siapa yang mereka bunuh. Akan tetapi, saya merasa takut dan/atau ragu. Sebab, jangan sampai, saya dan YK  dituduh oleh orang lain. Namun, bermasud untuk pulang ke rumah langsung. Maka kami berdua meninggal tempat kejadian pembunuhan dengan secepatnya. Saya yang stir Motor, ikut jalan melalui arah kejadian pemukulan tadi. 

Saat kami berdua diatas Motor, YK mengatakan, “Kaka, saya merasa takut. Oleh sebab itu kami harus pulang langsung ke rumah sudah ya, “Katanya dengan rasa takut. “Okey, Wene kami langsusng pulang. Selanjutnya, saya berujar, “ Sungguh, saya sangat emosi dengan sikap Aparat TNI Yonif 753 Pos. Enarotali yang melakukan pembunuhan terhadap orang yang kami berdua belum kenal Identitasnya itu. Ketika, tiba di rumah, saya menceritakan peristiwa tadi, ke adik-adik-ku  yang datang bermalam di rumah. BERSAMBUNG