Jumat, 16 Mei 2014

Di Paniai, Perempuan Gereja Kingmi Gelar Raker 2

Enarotali, SUARA INDEPENDEN - Gereja Kemah Injil “Kingmi” Papua (GKIP), Biro  Departemen Perempuan menggelar raker II di Enarotali, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Pada, 13-14 Mei.

Sebelumnya peserta raker konvoi keliling kota Enarotali. Kemudian acaranya digelar di Gedung Gereja Kingmi Anthiokia, Iyaitaka Enarotali.


Ini Foto-foto yang dipotret oleh Natan Pigai, disela-sela pelaksanaan raker









Kamis, 15 Mei 2014

Tikus Almamater


(Sekarang Tikus Almamater, Besok Tikus Kantor)


Oleh: Jackson Ikomou*)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqkuXPgPYoj7L52ZWDb4BaAjcGrZPwgsC3mM7NSudVHQm_80nKdhAMsWkffc5h3pPh1IKMNi4fVCXMBeiF9tQcJ32AOxFiFhx_0rC1Bd5XzeVsZt4GDzLyfBYYknj8qM3zf-7zvFNkloY/s1600/korupsi-ilustrasi+22.jpg
Tikus-Tikus Almamater. FOTO:Ils
Mahasiswa adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. 



Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.

Rupanya dalam golongan generasi ini, sudah dan/atau sedang memperaktekan Korupsi. Sering-sering dana organisasi kemahasiswaan yang semestinya digunakan untuk kepentingan bersama di korupsi. 

Dalam hal ini ada dua (2) motif pengelapan yang sering terjadi, diantarnya; Korupsi secara bersamaan, serta induvidu. Kelompok–kelompok mahasiswa yang terinveksi virus tikus ialah , “Tikus Almamater”. Jika virus tersebut  merajalela, tentu akan berpengaruh pada eksitensi organisasi mahasiswa. 

Faktor yang menghancurkan kesatuan dan persatuan sebuah organisasi mahasiswa ialah, “Di Godai Si Cantik Berlistip Merah”. Artinya; salah menggunakan dana organisasi yang sementinya digunakan untuk kepentingan organisasi. Soal ini benar-benar nyata dikalangan mahasiswa di masa kini. 

Jika persoalan ini terus akan terjadi; belum tentu akan memimpin daerah dikemudain hari. Sebab, untuk merubah sebuah tatanan kehidupan bangsa perlu diawali  dari sejak mengayam pendidikan, dan saat memimpin sebuah organisasin mahasiswa.

Apabilah tidak terbentuk dari saat mahasiswa, “Jangan bermimpi untuk merubah bangsa dari keterpurukan. Walaupun memunyai konsep kedepan yang baik, belum tentu akan merubah.


Perang Utama bagi Mahasiswa

Ada tiga (3) hal yang menjadi dasar utamayang perlu dimiliki oleh mahasiswa, diantaranya, Sikap Kritis, Kreatif, dan Konstruktif

Pertama;  Sikap Kritis “ banyak orang bilang bahwa sikap kritis itu merupakan sikap egois semata dari sebentuk oknum/beberapa individu. Tetapi, justru sebenarnya itu semua salah. Kalau menurut saya seorang yang telah dinobatkan menjadi Mahasiswa justu sangat penting untuk memiliki poin ini, definisi dari kritis itu sendiri adalah sikap spontan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi secara tidak terduga, mungkin lewat perkataan, atau perbuatan. Supaya terjadi komunikasi secara 2 arah dan tidak adanya Doktrin. Sikap kritis itu mempunyai 3 arti yaitu pertama sikap tidak mudah percaya, besusaha selalu menemukan kesalahan, dan rasa ingin tahu yang tajam, yang berarti seseorang bersikap ingin tau terhadap suatu hal, dan bersikap ingin mengkritiknya.

Kedua;  "Kreatif" – nah, sebagai seorang mahasiswa yang mampu bersikap kritis, hendaknya mahasiswa tersebut juga harus menerapkan sikap kreatif, yang artinya seseorang itu mampu memunculkan sebentuk ide-ide baru, dengan catatan ide itu belum pernah dimunculkan oleh orang lain (murni hasil buah pikiran sendiri) dan ini berkaitan dengan sikap kritis yang diterapkan sebelumnya.

Dan yang Ketiga; "Konstruktif" – Sudah jelas bahwa seorang Mahasiswa itu juga harus bersikap Konstruktif, sikap ini akan mendukung dari 2 sikap yang sebelumnya harus diterapkan, kenapa? karna selain bersikap kritis dan kreatif tentunya kita juga harus memiliki sikap yang membangun, membina dari ide-ide yang kita munculkan.

Nah, dari ketiga hal diatas bukankah jelas sekali bahwa sikap kritis, kreatif, dan konstruktif agar dimiliki oleh tiap Mahasiswa, tujuannya adalah agar generasi muda bangsa indonesia ini mampu menciptakan perubahan/tolakkan agar Bangsa ini bisa lebih baik kedepannya ditangan generasi muda

Jika tidak mempelajari, meradikalisasi dan memiliki, ketiga prinsi seorang mahasiswa diatas; tentu akan ingin “korupsi”, yang sebelum Tikus Almamater, akan menjadi “Tikus Kantor”. Yang sebelumnya, menindas Mahasiswa, tentu dikemudian hari akan menindas rakyat.


"Korupsi adalah Penindas Rakyat " By. Jekikom


 

Selasa, 06 Mei 2014

MUSTAHIL PENCURI DI TANAH PAPUA MELINDUNGI PEMILIKNYA (Bagian II)

Oleh: Pengamat Soal Papua di Rusia*)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmQO1ZHM5iojE1Pogvgvlc4g4piP5DYC9fhM9I1odIwGGjkIvX_bJHUh4GK8uGZqem1m4UxVV4Q49cKLVvIcsurQSCO2lHCc76YbNz3WVHIc0dxOl08kiEeCkKPR0oa5g-e8drM9pPb6g/s1600/Mako_Tabuni.png
Alm. Tuan Mako.
Tanggapan-tanggapan pada posting tulisan ini Bagian Pertama menyatakan kesepahaman ide. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa kita perlu meminta tuntunan Tuhan untuk membimbing kelanjutan perjuangan Bangsa Papua. Terima kasih atas semua tanggapan

Pertanyaannya : apa kata Firman TUHAN tentang para pencuri tanah? “Terkutuklah orang yang menggeser batas tanah sesama manusia. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata amin”. (Ulangan 27 : 17).

Jika kita mempercayai Alkitab sebagai Firman TUHAN, maka kita percaya pula bahwa para pengambil kebijakan Belanda, Indonesia dan Amerika telah terkutuk karena telah menggeser batas tanah Republik Indonesia (RI) sampai mencaplok Tanah Papua tanpa ijin dan persetujuan Bangsa Papua.

Pertanyaan berikut : jika Indonesia, Belanda dan Amerika telah terkutuk karena “menggeser batas Indonesia sampai mencaplok Tanah Papua”, apakah perjuangan Bangsa Papua akan diberkati jika upaya perjuangan difokuskan untuk mendapatkan pembelaan dari para pencuri terkutuk itu? Kisah Nabi Musa yang dipakai Allah membebaskan Bangsa Israel menunjukkan bahwa dia tidak bisa membebaskan bangsanya selama dia masih bekerja sama dengan Firaun yang menindas bangsa Israel. Dia harus keluar dari istana Firaun. Istana Firaun hanyalah tempat dia belajar.

 Tempat Musa mendapatkan top quality information dan mengembangkan akses untuk melakukan komunikasi ke decision maker. Bukan pusat perjuangan pembebasan bangsanya dari perbudakan. Pembebasan bangsanya baru bisa dilakukan ketika dia keluar dari istana, tidak lagi bekerja sama dengan Firaun dan kemudian menyampaikan perintah dan kutukan TUHAN atas Mesir, sampai kutukan ke-10 yakni kematian anak sulung.

Masalah pokok Bangsa Papua adalah menuntut keadilan akan pengembalian Tanah Papua yang sudah dicaplok dengan menggeser batas tanah Repoblik Indonesia sampai masuk mengambil Tanah Bangsa Papua. Tanah dan bangsa adalah ciptaan dan milik TUHAN yang hubungannya diatur di dalam adat negeri bangsa-bangsa pewaris. Manusia diberikan hak untuk mewarisi dan memelihara tanah dengan baik tanpa menggeser batas tanah dengan caplok mencaplok. Sekali lagi, TUHAN berfirman, “Terkutuklah orang yang menggeser batas tanah sesama manusia. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata amin”. (Alkitab, Kitab Ulangan 27 : 17).

Sampai menjelang tahun 1960-an, Tanah Papua dicaplok menjadi koloni Kerajaan Belanda. Aneh bin ajaib, Kerajaan Belanda yg terletak di sepenggal tanah di Eropa sana bisa mengklaim menguasai Tanah Papua. Namun pada 1 Mei 1963, Tanah Papua direbut oleh pencaplok baru bernama Indonesia melalui konfrontasi militer (Trikora) plus diplomasi antara Indonesia dan Belanda. Lagi-lagi aneh bin ajaib, suatu pencaplokan tanpa persetujuan pemiliknya.

Sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera/Act of Free Choice) dilakukan di Tanah Papua pada tahun 1969, sejarah mencatat adanya pertemuan rahasia antara Menlu Belanda dan Menlu Indonesia di Roma di mana antara lain Menlu Belanda memberi jaminan kepada Menlu Indonesia bahwa Belanda tidak akan mengamati pelaksanaan Act of Free Choice.

Amerika Serikat ikut berkonspirasi dengan para pencuri dengan melegalkan pencurian ini. Diplomat US Ellswoth Bunker (bagaimana nasib Ellswoth Bunker, mudah-mudahan tidak bernasib tragis) pada 1962 merumuskan “The New York Agreement” yang disepakati dan ditanda-tangani Indonesia dan Belanda; perumusan maupun penanda-tanganannya tidak melibatkan orang Papua.

Perjanjian tersebut merupakan dasar hukum bagi para pencuri untuk melakukan permainan kotor mereka. Pertama, mereka menghilangkan Hak Bangsa Papua dalam hukum internasional sebagai bakal negara yang sedang dalam proses dekolonisasi. Kedua, perjanjian itu mengakhiri kekuasaan pencuri sebelumnya (yang bernama Kerajaan Belanda) dan menyerahkan Tanah Papua ke pemerintahan peralihan PBB (UNTEA) sebelum beralih ke pencuri baru bernama Republik Indonesia. Ketiga, perjanjian ini juga memaksa PBB mengakhiri masa tugas UNTEA di Papua pada tahun 1963 pada hal seharusnya tugas UNTEA berakhir pada tahun 1969 setelah terlaksana dan disahkannya Act of Free Choice. 

Situasi lowong ini membuka kesempatan seluas-luasnya bagi Indonesia untuk membunuh dan membungkam suara-suara rakyat Bangsa Papua dalam menuntut haknya. Keempat, perjanjian tersebut berhubungan erat dengan politik luar negeri Amerika untuk meruntuhkan kekuasaan rezim Orde Lama yang sulit dikendalikan Amerika dan mendukung berdirinya rezim Orde Baru pro Barat (anti komunis) dengan imbalan konsesi pertambangan tembaga dan emas di Freeport Timika. (Bagaimana nasib Muffet, apakah dia bahagia di masa tuanya untuk menikmati emas dan tembaga yag dia rampok dari Tanah Papua di atas pengorbanan darah dan nyawa Bangsa Papua?). 

Konsesi ditanda-tangani pada tahun 1967 antara Indonesia dan Amerika pada hal secara internasional Papua baru menjadi “bagian legal” dari wilayah Indonesia pada pasca pengesahan Act opf Free Choice tahun 1969. Kelima, perjanjian tersebut telah memfasilitasi berbagai tindakan pelanggaran HAM dan pembantaian di Tanah Papua terkait dengan penolakan Bangsa Papua akan Act of Free Choice 1969 dan menyebabkan Majelis Umum PBB menyangkali semua Keputusan Hukum Internasional yang dibuat dalam rangka proses dekolonisasi Tanah Papua (Sekjen PBB masa itu mati tragis dalam kecelakaan pesawat). Keenam, perjanjian yang disponsori Amerika Serikat dan sekutunya itu mendorong resistensi Bangsa Papua sepanjang sejarah Indonesia di tanah ini dan mengakibatkan pelanggaran HAM berkepanjangan yang membasahi Tanah Papua dengan jiwa, darah, air mata dan doa Bangsa Papua.

Nasib akhir para decision makers yang menggeser batas tanah Indonesia hingga mencaplok Tanah Papua tragis. Soekarno, Presiden RI yang memerintahkan Tri Komando Rakyat untuk invasi Indonesia ke Tanah Papua selambat-lambatnya pada 1 Mei 1963 tidak bisa menikmati hasil “perjuangannya”. Dia dibunuh secara politik dengan dipaksa mengakhiri hidupnya secara tragis sebagai tahanan rumah hanya 2 (dua) tahun setelah dia mencaplok Tanah Papua. Subandrio, sang penanda-tangan New York Agreement 1962 pun dibunuh secara politik dengan dijebloskan ke penjara oleh Rezim Orde Baru.

Presiden Amerika John F. Kennedy yang berperan sentral dalam proses politik untuk melegalkan pencaplokan Tanah Papua ditembak mati di Dallas pada 2 November 1963 hanya beberapa bulan sesudah penyerahan Tanah Papua kepada Indonesia pada 1 Mei 1963.

Robert F. Kennedy, Jaksa Agung Amerika pada jaman pemerintahan Presiden John F. Kennedy -- kakaknya, mengalami nasib tragis yang tiada berbeda dengan sang kakak. Ia mati dibunuh pada 6 Juni 1968 dengan sebutir peluru yang ditembakkan dari telinga kanan menembus kepalanya tepat pada saat Indonesia melakukan persiapan Dewan Pepera untuk memenangkan proses pergeseran batas tanah Republik Indonesia untuk mencaplok Tanah Papua.

Presiden Soeharto, yang brilian sebagai ahli strategi militer, yang memimpin invansi Indonesia (Trikora) untuk mencaplok Tanah Papua, dipaksa turun dari jabatan Presiden RI yang diemban selama 30 tahun. Dia turun dari kemuliaan singgasana Presiden dalam kehinaan tepat pada saat umat Kristen merayakan kenaikan Tuhan Yesus ke surga (dalam kemuliaan). Mirip nasib Raja Nebukanezar dari Kerajaan Babilon Pencaplok Tanah Kanaan milik Israel yang dihina TUHAN dengan melengserkannya dari singgsana raja hingga menjalani kehidupan hina seperti seekor kambing yang makan rumput.

Beberapa pesan iman bisa ditarik dari catatan sejarah ini. Pesan pertama, seperti yang dilakukan Musa terhadap Firaun, lobby Papua perlu menyadarkan para pencuri itu bahwa proses menggeser batas tanah RI sampai mencaplok Tanah Papua yang dilakukan pemerintah mereka pada waktu lalu dalam Firman Tuhan dinyatakan sebagai tindakan terkutuk. Tuhan Yesus pada saat di kayu salib berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. “ Tindakan para pencuri untuk menggeser Tanah Papua telah mengakibatkan Bangsa Papua “disalib” dan menderita di bawah pemerintahan Indonesia . Selama para pelakunya tidak tahu apa yang mereka perbuat bagi Papua, mereka diampuni. Namun setelah mereka diberi tahu bahwa tindakan mereka adalah tindakan terkutuk menurut Firman TUHAN, maka sebaiknya mereka bertobat dan mengembalikan barang curian itu kepada pemilik sah. 

Jika mereka tidak bertobat maka mereka akan menanggung kutukan TUHAN. Mereka dan seluruh keturunan mereka. Ini bukanlah hal yang mustahil seperti seluruh Mesir menanggung kutukan TUHAN sebelum Israel dibebaskan.
Kita baru saja merayakan Paskah, sama seperti Yesus bangkit pada hari ketiga demikianlah Bangsa Papua akan dibebaskan pada Generasi Perjuangan Ketiga. Jika kita membandingkan penyaliban Tuhan Yesus Kristus dan sejarah Indonesia di Papua, kita akan menemukan beberapa persamaan. 

Persamaan Pertama, penyaliban Yesus dilakukan pada jaman pemerintahan Kekaisaran Romawi. Penyaliban Bangsa Papua dirancang di kota Roma melalui Roma Agreement – apakah bangsa dan negara di mana Kota Roma berada saat ini sedang bahagia? Yesus dikhianati Yudas Iskariot, Bangsa Papua dikhianati pemerintah Belanda yang melalui peran Menlu Luns. (Apakah Luns tidak mengalami nasib tragis?) Imam Besar Kayafas yang menuntut hukuman mati atas Yesus pada kasus Papua diperankan oleh Presiden Soekarno dengan Trikora-nya. Menurut teolog dan sejarawan Yahudi – Esebius dari Kaesarea – setelah menyalibkan Yesus maka Pontius Pilatus mati bunuh diri. Pontius Pilatus dalam penyaliban bangsa Papua diperankan oleh Presiden John F. Kennedy yang sesudahnya telah mati ditembak. Herodes diperankan oleh Robert F. Kennedy (Jaksa Agung, adik JFK). 

Robert mengalami nasib seperti kakaknya JFK – mati ditembak. Ada seorang penjahat Amerika bernama Allan Pupe yang dibebaskan Soekarno dan dia menyalibkan Bangsa Papua sama seperti Barabas si Penjahat dibebaskan dan Yesus disalibkan. Kemudian hari nasib Presiden Soekarno, Menlu Subandrio, dan Presiden Soeharto berujung tragis dalam kehinaan – dibunuh secara politik. Persamaan Kedua, Pada Hari Pertama, Yesus Sang Individu Ilahi disiksa dan disalib untuk menyelamatkan dosa dunia. Bangsa Papua (kolektif) disalibkan pada masa Generasi Perjuangan Pertama untuk menyelamatkan dunia dari Perang Dunia III antara blok Barat melawan komunis (Blok pimpinan Uni Sovyet). 

Yesus disiksa, mati pada hari I dan dikuburkan sampai hari II. Bangsa Papua disiksa pada sejak Generasi Perjuangan I dan sampai Generasi Perjuangan II mengalami berbagai bentuk pelanggaran HAM berat dan genosida. Generasi Pejuang Papua II mengungkap berbagai pelanggaran HAM di mana Bangsa Papua berjuang melawan genosida dan berbagai pelanggaran HAM berat . Yesus bangkit pada hari ketiga. Tanda-tanda kebangkitan Bangsa Papua mulai tampak pada Generasi Perjuangan III ketika nama Papua dikembalikan dan ketika Bendera Papua boleh dikibarkan. Namun Kebangkitan Bangsa Papua belum mencapai kesempurnaan. 

Kesempurnaan kebangkitan Bangsa Papua akan terjadi jika “Seluruh bangsa mengatakan amin.” (Ulangan 27 : 17 b). Generasi Perjuangan Papua III adalah Generasi Papua Bangkit untuk Mandiri (seperti visi Gubernur Lukas Enembe dari Provinsi Papua saat ini). Generasi yang harus menyampaikan kutukan Allah kepada para pencuri Tanah Papua sampai mereka bertobat dan mengembalikan Tanah Papua kepada pemiliknya agar Bangsa Pemilik Tanah Papua dipulihkan dan bangkit untuk memuliakan TUHAN di tanah yang diberikan TUHAN kepada mereka.

Apakah gereja-gereja di Roma (tempat Roma Agreement dibuat), Amerika, Belanda dan Indonesia bisa di-Injili untuk meng-Injili pemerintah dan bangsa mereka bahwa tindakan yang sudah mereka lakukan untuk menggeser batas tanah Republik Indonesia sampai mencaplok Tanah Papua adalah tindakan yang terkutuk? Apakah Gereja-Gereja di Papua, Vanuatu, PNG, Australia, Selandia Baru dll bisa membantu Bangsa Papua menyampaikan berita mengenai kutukan TUHAN ini kepada Belanda, Indonesia dan Amerika? Apakah gereja-gereja dari bangsa-bangsa yang pernah abstain dalam penetapan nasib Bangsa Papua di PBB Tahun 1969 bisa di-Injili untuk memberi kesaksian bahwa “perbuatan orang yang menggeser batas tanah sesama manusia adalah terkutuk”? Apakah pemerintah dari bangsa-bangsa yang tidak ikut merampok kekayaan alam Tanah Papua di atas penderitaan Bangsa Papua bisa diinjili untuk mendorong pengembalian batas Tanah Papua ke titik yang adil bagi Bangsa Papua?

Kedua, “Seluruh bangsa Itu harus berkata amin”. Seluruh Bangsa Papua sebagai pewaris Tanah Papua haruslah berkata “amin”. Artinya Papua harus tampil sebagai satu bangsa. Hal-hal mengenai sukuisme, perpecahan politik, paham gunung vs pantai dan sebagainya harus diatasi agar Papua mampu berkata amin sebagai satu bangsa. Kedua, berkata amin artinya mengakui bahwa perwujudan kutuk kepada para pencaplok tanah itu adalah hak Tuhan. Tuhan akan mengatur segala sesuatu indah pada waktu-Nya. Tugas bangsa Papua adalah mengimani dan melakukan Firman TUHAN. 

Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Ketiga, berkata amin berarti menyungguhkan bahwa tindakan menggeser batas tanah adalah tindakan terkutuk artinya bangsa Papua harus satu hati dan iman pada pokok persoalan Bangsa Papua saja. Bangsa Papua tidak usah melakukan dosa yang sama untuk menggeser batas Tanah Papua sampai hendak menguasai seluruh Melanesia (apakah ini missi faksi Bendera Bintang 14?). 

Bangsa Papua harus fokus untuk mendapatkan keadilan atas haknya saja (Bendera Bintang I). Pertanyaannya : apakah gereja-gereja di Papua bisa mendorong Bangsa Papua ini untuk berkata amin bahwa tindakan menggeser batas tanah Republik Indonesia sehingga mencaplok Tanah Papua adalah tindakan yang menurut Firman Allah “terkutuk”? Apakah para pemimpin faksi-faksi dalam perjuangan Bangsa Papua (faksi Bendera Bintang 14 dan faksi Bendera Bintang I) bisa bersatu dalam berkata amin bahwa persoalan Bangsa Papua adalah persoalan dicaploknya Tanah Papua saja dan bukan Tanah Bangsa Melanesia? Apakah suku-suku di Papua dan para tokoh perjuangan Papua bisa bersatu sebagai satu bangsa untuk mengatakan amin?

“Terkutuklah orang yang menggeser batas tanah sesama manusia. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata amin”. (Ulangan 27 : 17). Imani dan lakukanlah Firman TUHAN, Dia akan mengatur segalanya indah pada waktunya, pun bagi Bangsa Papua. [HABIS]

MUSTAHIL PENCURI MELINDUNGI PEMILIK (BAGIAN1) .

Oleh: Pengamat Soal Papua d Rusia*)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht49THuLhYiv4O_aQxpmKsgPI5IG2CaWTNYcvMXXSttCP4O0BmRcL_KYQztMqPQFd18M-ebz5PtYMqwtCkBVlHxRm1GITNDK7bo8CLipfQf88w3nBTySv-ncpola3iE49TePtw9J0Mv3ZW/s1600/1098024_690634790949865_1930373130_n.jpgHak Azasi Manusia bangsa Papua telah dicuri oleh komplotan pencuri international sejak tahun 1963. Komplotan itu terdiri dari Belanda, Indonesia dan Amerika Serikat. Hak azasi yang dirampok itu pada awalnya adalah hak dekolonisasi, lalu berkembanga hak milik kekayaan alam dan lalu hak hidup secara keseluruhan. Alhasil, seluruh jalan sejarah RI di Tanah Papua berlumuran darah pelanggaran Hak Azasi Manusia.. Besar kecil skala tindak kekerasan dan pelanggaran HAM memang bervariasi antara jaman Orde Lama (jaman Presiden Soekarno), jaman Orde Baru (jaman Presiden Soeharto), jaman Reformasi (jaman Presiden Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, dan Presiden SBY) dan jaman Otsus. Namun esensi masih sama yakni masih terjadi pelanggaran HAM di Tanah Papua.

Menariknya, sebagian besar lobby dari pelaku advokasi HAM Papua berkiblat ke US atau sekutunya baik di Eropa (termasuk di Belanda) maupun Australia. Juga di dalam Indonesia sendiri. Dalih utama adalah karena US dan para sekutunya “dianggap” sebagai pionir terdepan dalam perlindungan HAM. Secara global dalih ini ada benarnya, karena di US dan berbagai negara sekutunya di Eropa dan Australia bertaburan berbagai produk legislatif yang mengakui deklarasi perlindungan HAM, bertaburan lembaga perlindungan hukum dan HAM dan bertaburan banyak individu yang memiliki konsern pada perlindungan HAM. Tapi, pada kasus Papua, apakah US dan sekutunya dapat dipercaya mengemban kepercayaan dan aspirasi untuk melindungi HAM di Papua ?

Ada kisah di Alkitab mengenai Petrus dan kawan-kawan yang semalam suntuk menjala ikan, namun tak ada seekor pun ikan yang tertangkap jala mereka. Paginya Yesus naik ke perahu mereka dan menyuruh mereka menebarkan jala di sisi lain perahu itu. Hasilnya luar biasa, ikan yang tertangkap jala sedemikian banyaknya hingga perlu beberapa perahu untuk memuat hasil tangkapannya. Hikmah cerita ini barangkali bisa membuka cakrawala berpikir dalam lobby Papua. Apakah lobby ke para pencuri hak azasi manusia itu akan membuat para pencuri melindungi Papua? Bukankah mereka adalah pencuri milik hakiki bangsa Papua? Mereka akan melindungi hasil curian yang menguntungkan kepentingan mereka dan tidak akan melindungi pemilik hak azasi yang dicuri. — bersama Kekeni Kanakameri dan 10 lainnya.

Minggu, 04 Mei 2014

NAPSU KEKUASAN, GEREJA DI JADIKAN OBJEK KEPENTINGAN

“Para Elit Politik di  Wilayah Mee-Pagoo Papua, jadikan Gereja sebagai objek  untuk mencari Kekuasan disela-sela bergulirnya Pesta Demokrasi ”
 


Oleh: Jackson Ikomouw*)

Kekuasan. FOTO:Ils
PESTA DEMOKRASI, biasanya dilaksanakan lima (5) tahun sekali. Untuk memilih  pemimpin di bangku eksekutif dan legislatif. Kesempatan tersebut rakyat lah penentu pembangunan di lima (5) tahun kemudian. Sebelum pelaksanaan Pemilu berlangsung, pasti tentunya seorang caleg menggong-gong komunikasi politik guna menarik perhatian publik dengan berbagai upaya. 

Namun dalam penulisan ini akan lebih membeberkan soal: Elit Politik di wilayah Mee-Pagoo jadikan Gereja  termpat Komunikasi Politik. Tentunya tidak terlepas juga dari money politik.

Money Politik di ajang pesta demokrasi adalah hal yang biasa dan/atau sering terjadi. Persoalan ini rupanya nampak di wilayah Mee-Pago, meliput: Kabupaten Paniai, Dogiay, Deiyai. 

Perhatihan para caleg hanya lebih dipusatkan terhadap Gereja-Gereja, untuk dipilih menjadi wakil rakyat. Ketika mencalonkan diri. Sering dan/atau sesekali para calon membantu dana guna menyukseskan kegiatan-kegiatan  yang dilaksanakan oleh gereja. 

Suatu ketika, saya ditelpon salah satu calon legislatif dari Kabupaten Deiyai. Beliau mengatakan, “Kemarin, saya sudah sumbang dana untuk kegiatan Musyawara Mee di Diyai, serta beberapa gereja di wilayah Kabupaten Deiyai pun  saya bantu. 

Namun, saya bertanya, “Beliau bantu dana sebesar itu harapan kedepan untuk apa ? Pache  menjawab, Untuk mencalonkan sebagai sebagai Ketua DPRD Kabupaten Deiyai, periode 2014-2019. Semua masyarakat saya sudah bayar, sekarang tinggal tunggu hari pelaksanaan, (9/4), “Kata seorang diri yang tidak ingin sebut namanya.

Tentunya, dana yang sempat dibantu oleh yang bersangkutan, tentu akan diumumkan saat pengumunan di Gereja terhadap umat. Oleh karenanya, Umat akan apresiasi atas bantuan yang diberikan kepada gereja, serta pasti akan berpartisipasi untuk memilih, ketika mencalon diri. Bahkan Sebagain suarakan tentu akan disisikan untuk memilih kepada yang bersangkutan. 

Sering saya jumpai, para elit politik di Kabupaten Paniai, Deiyai, dan Dogiay menunjukan eksitensinya di muka umat saat ibadah mingguan dengan berbagai cara. Persoalan ini benar-benar terjadi di beberapa gereja di wilayah Mee-Pagoo. 

Kadang gereja di jadikan tempat untuk komunikasi politik praktis para caleg. Namun, persoalan tersebut; umatlah yang membuka pintu untuk melakukan korupsi, Kolusi dan nepotisme (KKN). Semestinya, Gereja mengutamakan “keadilan dan kebenaran”.


Apa Nasib Umat,  5 Tahun Mendatang ?
Sayangnya; Katika, caleg tersebut menduduki di bangku legislatif, jika tidak memiliki kapasitas, intelektualitas, serta kemampuan maka aspirasi tidak akan disikapi dengan serius. Dan apabila terjadi kekerasan terhadap rakyat, tidak disikapi dengan serius guna untuk diselesaikan.

Jika rakyat protes soal pembiaran yang dilakukan oleh wakil rakyat, “pasti tentu” seorang anggota DPRD itu akan mengatakan, “Suara-suara yang saya peroleh bukan hati nurani dari rakyat, akan tetapi saya sudah bayar too, untuk apa menyoroti kinerja saya.

Jika memang persoalan pembiaran terjadi; Umat yang bersangkutan, menciptakan masala dari dalam gereja, “Syukurlah !!! jika ada anggota DPRD yang punya mata hati untuk membangun dan menikdaklanjuti aspirasi rakyat.

Harapan dan Rekomendasi
Baiknya, jika rakyat yang lebih perioritaskan bagi yang tidak terlibat dalam money politik. Dan lebih mengutakan kepetingan pembangunan, serta rakyat dewasa dan/atau sadar  dalam berpolitik. 

Untuk membangun kesadaran rakyat di wilayah mee-pago, perlu ada pendidikan politik dimasing-masing Kabupaten. Dan hal ini tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan PANWAS, serta LSM peduli pembangunan. Guna sosialisasi mengenai politik praktis di tingkat Kampung, Distrik, dan Kabupaten/Kota.




Penulisa adalah: Anak Papua asal Duamo. Kini berdomisili di Ibu Kota Negara Republik Pasundan

PILEG VERSUS JABATAN, MONEY


Masih hangat dalam Ingatan Kita, tanggal 9 April lalu adalah pesta demokrasi indoneisa. Ajang  mencari figur wakil rakyat,  dari pusat hingga di kabupaten/kota. Berbagai gerakan dilaksanakan dengan tujuan menyedot perhatian masyarakat. Tak ketinggalan pula para elit politik ikut berpartisipasi memberikan dukungan kepada para calegnya dengan  harapan memenangkan atau mempertahankan eksistensi Partai Politik di lembaga Parlemen. 
Money Politik. FOTO:Ils
Berbagai cara digunakan untuk memenangkannya, bahkan harta dan benda bahkan terkesan dijual-belikan. Tidak hanya itu, beberapa daerah kabupaten/kota para pejabat politik perjual-belikan/menawarkan jabatan kepada  kelompok yang tidak memiliki jabatan eselon dilingkungan pemerintah. Adalah suatu adegium klasik dalam percaturan politik. 
Kekwatirannya adalah dampak yang muncul lantaran eksen politik dipentas politik,  selama kurang lebih 2 minggu terakhir itu. Kita belajar beberapa pengalaman ketika kabupaten Deiyai sebelum di mekarkan, tepat pemilu (pileg) periode lalu. Banyak istri diceraikan, hubungan social yang erat menjadi retak, utang-piutang saling menuntut, tanah yang dihuni saling gugat mengugat. 
Ada beberapa catatan adat yang mestinya tidak boleh dilanggar, sudah tersingkir. Inilah kondisi yang kini terlihat di beberapa wilayah termasuk Kabupaten Deiyai.  Pergeseran nilai-nilai social terus berjalan, nilai manusia bisa ditukar dengan uang, nilai manusia disamakan dengan nilai sebuah kursi di lembaga parlemen. Berikut ini catatan buram sejak tanggal 7-15 April lalu….
Rumah saya dipinggir jalan raya. Setiap hari kendaraan terlihat bagaikan kota besar, ramainya kendaraan yang berkaca gelap memancing perhatian warga setempat sepanjang jalan (Gakokebo-Tenedagi-Debey). Biasanya setiap hari lintas Enarotali-Tigi Barat hanya beberapa kendaran yang mondar-mandir  mencari penumpang. Tak heran para caleg berkeliling mencari suara. Hamper warga yang berdiri disepanjang jalan mendapat sapaan, bahkan di kasih rokok dan uang, diamplopkan dengan triker. tidak hanya itu, nomor handpond pun diberikan, dengan pesan “jika ada suara sisa tolong kontak saya,”. Inilah kenyataan yang didapatkan selama pileg berlangsung. 
Memang aneh bagi perhati politik ataupun kalangan perhati kemasyarakatan yang lain, namun bagi kalangan elit politik ataupun pelaku politik hal itu wajar dan harus dilakukan guna memperoleh kemenangan dalam bursa pileg itu. Dalam tulisan ini saya tidak menguraikan lebar panjang akan tetapi sebatas memperjelas atas kalimat-kalimat sepanggal yang berkembang di beberapa grooub tanpa menjelaskan secara detail. Semoga bermanfaat bagi kita semua…..*******
Sumber: tigidoutou.com

Kamis, 01 Mei 2014

BERITA FOTO: AKSI 1 MEI 2014, AMP KOMITE KOTA BANDUNG

Massa Aksi dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bandung. Foto bersama di depan Asrama Papua  "KAMASAN 2" Bandung,  Jawa Barat. FOTO: JI

Massa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Berorasi sambil yel-yel Papua Merdeka, di samping kanan; Wenes, Kiri; Ferry

Natho Pigai, sambil Orasi, di jalan Cilaki, Bandung, Jawa Barat. (FOTO:JI)

Puluhan Massa Aliansi Masiswa Papua (AMP), lagi orasi di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat.

Natho Pigai lagi Orasi sambil Yel-yel Papua Merdeka, di jalan Cilaki.
Bandung, SUARA INDEPENDEN - Siang tadi, Kamis, (1/5). Ribuan masa dari berbagai organisasi masyarakat mendatangi, Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat untuk berujuk rasa. Pada kesempatan itu massa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pun berujuk rasa di depan ribuan masa buruh. Pantauan wartawan, independen, disela-sela aksi massa.
Salah satu kordinator aksi dari Aliansi Mahasiswa Papua, Natho Pigai, mengatakan, “Pada hari ini, tanggal 1 Mei 2014 kami datang ditempat ini, sebagai bentuk penolakan Indonesia klelaim Papua Barat dalam Negara Kesatun Republik Indonesia.
“Kami bukan Indonesia, kami adalah rakyat bangsa Papua, “Tegas Pigai
 Namun, Lanjut Natho, Papua dipaksakan gabung dengan pemerintah Indonesia hanya untuk kepentingan ekonomi politik kaum kapitalisme dan imperialism asing.
Selaijn itu, Kata Pigai, Pemerintah Indonesia selalu janji rakyat Papua dengan pendekatan kesejahteraan. Tetapi, “Nyatanya rakyat Indonesia saja belum sejahtera hingga kini kok, pergi janji orang Papua dengan kesejahteraan, mimpi siang bolong “Tegas Pigai.
“Untuk apa janji-janji rakyat Papua dengan program Indonesia  yang tentunya tidak  jelas, “Ujarnya saat orasi, depan ribuan masa buruh.
Untuk itu, Kami dari Rakyat Bangsa Papua yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua menuntun “Segera !!  Berikan Hak Penetuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Bangsa Papua Barat. Sebab itu, Solusi demokrasi bagi rakyat bangsa Papua.



Jackson Ikomouw