Rabu, 14 Januari 2015

Kapolda Papua: 51 Pos Dibangun di Utikini, TPN-PB: Jangan Brutal Warga Sipil !

Timika, SuNews - Kamis, (15/1/15). Disepanjang Kali Kabur Kampung Utikini, Kepolisian Daerah Papua mendirikan 51 Pos pengamanan guna mencegah, Ayub Agus Waker, kembali ke area Tembagapura.  

Kepada suaraindependen Kepolda Papua, Irjen Pol. Drs Yotje Mende, SH, M. Hum, mengatakan, mendirikan pos Polisi tersebut, untuk mengamankan keselamatan masyarakat. 

Lanjutnya, berdasarkan hasil perbincangan dengan para saksi, mereka mengaku bawah sering diancam oleh kelompok Ayub Waker yang membawah senjata api. Oleh karnanya, Jika Para pendulangan gelap  ini mau masuk,  mereka akan berhadapan dengan hukum.

“Pos-pos kita bangun mulai dari atas hingga Kampung Utikini ada 51 titik, “Kata Kapolda Papua, disela konferensi pers, Rabu, (14/1/15), di  hotel Rimba Papua, Timika.

Oleh sebab itu, Dengan adanya  area pendulangan dimanfaatkan oleh Kelompok kriminal Bersenjata (KKB) sebagai panyadang dana dan makanan. Oleh sebab itu,  pos pengamanan dibangun.

Sementara itu, Ayub Agus Waker, banta, Dijuluki Kelompok Pengacau Keamanan (KPK),  Kelompok Kriminal bersenjata dan lain-lain.

“Kami bukan KPK, KKB, dan lain-lain, tetapi kami adalah Tentara Nasional Pembebasan Papau Barat (TNPPB) yang memperjuangan hak penetuan nasib sendiri bagi rakyat bangsa Papua Barat secara berdaulat. Selama ini, kami  beroperasi di wilayah Tembagapura,” Tulis, Ayub Waker, diliris www.komnas-tnpb.net
.
Semua dilakukan atas instruksi pimpinan kami, Jenderal. Goliat Tabuni.
Lanjutnya, Senjata yang dirampas anggota saya, tidak dikembalikan. Dengan senjata tersebut, akan kami lawan militer Indonesia dan PT.Freeport hingga Papua merdeka secara utuh.

“Kami minta militer Indonesia, stop tangkap dan brutal masyarakat sipil, serta stop bakar rumah warga sipil. Jika militer Indonesia berani lawan kami Tentara Papua Barat, kami tunggu dilapangan.

Jika melihat realita selama ini, Militer Indonesia membunuh dan menangkap warga sipil yang bukan bagian dari kami.

“Jangan main sembarang, harus lawan tentara dengan tentara bukan dengan rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa.

Selain itu, Presiden Repubulik Indonesia, Ir.Joko Widodo, segara bebaskan ratusan warga sipil yang ditangkap militer Indonesia. (JI)

Pernyataan Dramatis Jokowi di Papuadan  Kebebasan Pers 

Oleh ATMAKUSUMAH             Untuk kesekian kali sejak sebelum dan sesudah menjabat presiden, Joko Widodo mengeluarkan pernyataan dramatis yang mencerminkan hasrat untuk mendorong keterbukaan ketika menilai suatu peristiwa dan masalah dalam masyarakat.         
  Kali ini di Jayapura, Papua, dalam Perayaan Natal Nasional pada 27 Desember 2014, Jokowi sebagai presiden menyerukan perdamaian “kepada semua pihak” dengan mengakhiri konflik dan menghentikan kekerasan di kedua provinsi di pulau paling timur itu. “Rakyat Papua juga butuh didengarkan, diajak bicara,” kata Jokowi. Mereka “tidak hanya membutuhkan layanan kesehatan. Tidak hanya membutuhkan layanan pendidikan. Tidak hanya membutuhkan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan saja.”            Jokowi juga menyesalkan dan menyatakan dukacita atas penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai, pada 8 Desember 2014, yang mengakibatkan lima warga tewas, termasuk empat pelajar sekolah menengah yang masih remaja. Ia berjanji akan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas dan berharap peristiwa seperti itu tidak berulang. (Kompas, 28/12/2014 dan 6/1/2015).Kata hati Jokowi ini mengingatkan saya pada sindiran warga Timor Lorosa’e ketika tanah air mereka masih berada di lingkungan Indonesia. Para pejabat Indonesia waktu itu mengingatkan bahwa Timor Timur mengalami banyak pembangunan dibandingkan dengan pada masa penjajahan oleh Portugis. Warga Timor Lorosa’e menyindir: “Baiklah, angkat saja semua jalan, jembatan, dan bangunan yang didirikan di Timor Timur, angkut kembali ke Indonesia. Yang kami inginkan hanyalah kemerdekaan.”Sama seperti di Timor Timur pada masa lampau, dan di Provinsi Aceh selama berlangsung konflik bersenjata, pemberitaan pers tentang Papua sangat terbatas. Para wartawan di Papua mengatakan masih merasa traumatis karena tekanan yang bertahun-tahun mereka alami bila memberitakan masalah-masalah yang tidak menyenangkan para pejabat. Mereka juga mengatakan bahwa para narasumber masih tetap takut untuk mengutarakan informasi dan pendapat yang kritis.Keterbatasan arus informasi dan berpendapat dari Papua juga tercermin dalam pemberitaan pers nasional, sehingga masalah dan peristiwa yang timbul di ujung timur Indonesia itu sering kali tidak kita ketahui secara komprehensif. Insiden penembakan di Enarotali bulan lalu, misalnya, hanya dapat kita ketahui secara lebih jelas dalam laporan di media internet berdasarkan wawancara dengan pengamat hak asasi manusia yang memiliki banyak narasumber anonim di Papua. Papua terisolasi Pemberitaan dalam pers internasional tentang Papua juga tidak mungkin lengkap dari segala sisi karena kegiatan peliputan oleh pers asing di sana hampir tidak mungkin. Boleh dikatakan, Papua sudah setengah abad tertutup bagi pers luar negeri, seperti dulu dilakukan terhadap Provinsi Aceh.Menurut Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch—lembaga yang berpusat di New York, wartawan internasional yang berniat meliput di Papua harus mendapat persetujuan dari 18 instansi dalam clearing house di Kementerian Luar Negeri. Termasuk, di antaranya, izin dari Badan Intelijen Negara dan Badan Intelijen Strategis.Dalam wawancara dengan Remotivi baru-baru ini, ia menjelaskan bahwa izin khusus ini tidak hanya berlaku bagi warga negara asing, tetapi juga untuk warga kita sendiri yang bekerja di lembaga asing. Andreas Harsono bercerita tentang pengalaman seorang temannya dari Ambon, yang kelahiran Jayapura, ketika hendak berkunjung ke Papua untuk menghadiri acara keluarga. Ia juga harus meminta izin dariclearing house di Kementerian Luar Negeri bila hendak “pulang kampung” sekalipun, karena ia bekerja di suatu lembaga Australia di Jakarta.Suatu hari, ia terbang ke tempat kelahirannya di Papua tanpa lebih dahulu meminta izin dari clearing house itu, karena tidak mengetahui bahwa ada prosedur seperti ini di negeri kita untuk berkunjung ke keluarganya. Ternyata, di bandar udara di Papua, ia ditegur oleh petugas intel karena tidak mempunyai izin khusus itu untuk masuk ke kampung halamannya.            Suasana mencekam seperti ini di Papua memberikan gambaran seolah-olah daerah itu terisolasi dari wilayah selebihnya di negeri kita.Sama seperti di Provinsi Aceh dulu, di Papua sampai sekarang masih terdapat puluhan tahanan politik. Di Aceh, ratusan warga ditahan karena mengikuti demonstrasi damai yang menuntut referendum dan dianggap mendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Antara lain aktivis politik dan ketua lembaga swadaya masyarakat ”Srikandi Aceh”, Cut Nurasyikin, yang pada Oktober 2003 dijatuhi hukuman penjara 11 tahun oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh karena ikut mengampanyekan referendum untuk menyelesaikan konflik bersenjata yang berlarut-larut di Aceh. Ia bahkan dituduh terlibat dalam ”pemberontakan” di Aceh. Cut Nur, ibu dari lima anak, lenyap tersapu oleh gelombang laut tsunami bersama lebih dari 700 tahanan politik lainnya di seluruh Provinsi Aceh pada 26 Desember 2004, sehari menjelang ulang tahunnya yang ke-50.Di Papua, masih ada lebih dari 60 aktivis politik dalam penjara. Mereka ditangkap karena mengibarkan bendera Kejora, atau mengadakan pertemuan yang mendiskusikan persoalan politik, atau ikut dalam demonstrasi damai yang suaranya mirip dengan tuntutan Organisasi Papua Merdeka (OPM).Bagi dunia internasional, Indonesia dianggap ganjil karena sebuah negara demokrasi tidak lazim memiliki tahanan politik. Peliputan pers dalam dan luar negeri       

     Untuk mengakhiri isolasi terhadap Papua, sudah waktunya daerah itu terbuka sepenuhnya seperti pulau-pulau lain di negeri ini. Termasuk terbuka bagi peliputan pemberitaan yang independen, baik oleh pers dalam negeri maupun oleh pers internasional.    

       Tindakan sekarang ini untuk menahan dan mengadili dua wartawan Perancis dari Franco-German Arte TV, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, seharusnya tidak terjadi. Dewan Pers telah pula menyarankan agar mereka dideportasi saja jika dianggap menyalahgunakan visa turis. Dewan Pers juga pernah menyarankan kepada pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Papua terbuka bagi peliputan pemberitaan oleh media pers dari dalam dan luar negeri.Wartawan itu seperti dokter. Di mana pun dokter berada, dan sedang jalan-jalan bersama keluarga sekalipun, tidak mungkin menghindar dari upaya merawat seseorang yang tiba-tiba menderita sakit di tepi jalan. Demikian pula wartawan, tidak mungkin menghindari informasi yang menarik atau penting untuk diamati, sekalipun ia tidak sedang menjalankan tugas reportase.      

     Pemberitaan yang terus terang dan komprehensif tentang suatu masalah dan peristiwa bukan hanya patut diketahui oleh publik sebagai hak asasi mereka. Tetapi, juga mungkin penting bagi pemerintah agar dapat merumuskan suatu putusan atau kebijakan yang lebih tepat karena berdasarkan informasi yang luas dan mendalam.Umpamanya, pemberitaan yang gencar pada tahun-tahun awal masa Reformasi tentang aspirasi yang berkembang di Aceh tentunya turut memberikan kontribusi kepada keberhasilan perundingan perdamaian antara pemerintah pusat dan GAM di Helsinki, Finlandia, bulan Agustus 2005. Perundingan yang hanya selama beberapa hari itu dapat mengakhiri konflik bersenjata yang sudah berlangsung 30 tahun sejak awal masa Orde Baru. Selama pemerintahan Presiden Soeharto, yang berakhir bulan Mei 1998, hampir tidak pernah ada pemberitaan pers yang objektif tentang konflik di Aceh berdasarkan pandangan dari semua pihak. Tetapi, pada awal Reformasi, media pers kita, baik pers cetak maupun pers siaran, malahan menyiarkan wawancara panjang-lebar dengan pemimpin militer GAM.           

Aktivis dari Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA),Muslahuddin Daud, mengakui bahwa penyelesaian konflik di Aceh itu sulit, tetapi media dapat berperan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan antara kedua pihak. “Hampir-hampir tidak mungkin mencapai perdamaian tanpa kehadiran seorang mediator, media, dan pihak-pihak netral lainnya…. Surat-surat kabar tidak hanya menyiarkan berita sebagai bagian dari bisnis, melainkan juga membantu menyebarkan pesan perdamaian di Aceh,” kataMuslahuddin Daud di muka konferensi Forum Perdamaian Dunia di Jakarta bulan November 2014. (The Jakarta Post, 22/11/2014).      

     Seandainya pers kita dan pers internasional lebih teratur memberitakan aspirasi dan gejolak di Papua, Presiden Joko Widodo agaknya tidak akan seterlambat ini untuk mengajak “yang masih ada di dalam hutan, yang masih berada di atas gunung-gunung“ untuk “bersama-sama membangun Papua sebagai tanah yang damai.” Lebih dari setengah tahun yang lalu, sudah ada seruan untuk berunding dengan pemerintah pusat dari Vitalis Yumie, ketua Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP PB).Dalam pertemuan dengan Duta Besar Amerika Serikat Robert Blake yang berkunjung ke Manokwari pada 9 Juni 2014, Vitalis Yumie meminta pemerintah Amerika Serikat agar mendesak pemerintah Indonesia untuk berdialog dengan kalangan Papua, tentunya termasuk dengan MRP PB. Dikatakannya bahwa permasalahan di Papua hanya dapat diselesaikan melalui dialog dengan pemerintah pusat, karena “gubernur diam, bupati diam, wali kota diam, kementerian terkait diam.” (Radar Sorong, 10/6/2014).ATMAKUSUMAHPengamat pers dan pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) di Jakarta. (Dimuat di harian Kompas, dengan judul“Pernyataan Dramatis Jokowi di Papua”, 14 Januari 2015, halaman 7.)

Wilem Wandik: Pembangunan Manusia Prioritas Utama Di Puncak Papua

Bupati Kabupaten Puncak Papua. FOTO: ILS
Timika, SuInden – Kami sudah anggarkan dana  25 Miryad Rupiah untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) di Puncak Papua. Hal itu disampaikan, Bupati Kabupatan Puncak Papua, Willem Wandik, S.Sos kepada suaraindependen saat konferensi pers, Rabu, (14/0/15) di hotel Rimba Papua, Timika.

Menurut, Wandik, Kami sudah membiayai beberapa pelajar dari Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.

“Perbulan kami berikan beasiswa Rp. 600.000. Bahkan, Lanjutnya, adapun mahasiswa yang direkomendasi untuk kulia di kampus-kampus terunggul, sepertinya: Universitas Gaya Mada (UGM), Universitas Padjajaran (Unpad), serta beberapa kampus lainnya di Indonesia.

Selain itu, Bupati Wandik, rencananya akan kirim pelajar di Institut Surya di Tanggeran.

Dalam proses ini, kami punya target. Ketika mereka menyesaikan pendidikan mereka akan  menjadi pemimpin di daerah, “Ujarnya.

“Pembangunan manusia sangat penting dari pembangunan lain, di Papua dan khusunya di Kabupaten kami, “Tegas Wandik.

Oleh karnanya, saya menyampaikan kepada seluruh pelajar asal Kabupaten Puncak, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi “Jangan terlibat konsumsi minuman beralkhol, dan berbagai negatif lainnya. (SI/JI)

Senin, 12 Januari 2015

Kapolda Papua: TNI/Polri Siap Perang, Ayub Waker: TPNPB Tunggu Di Lapangan, “Stop Ganggu Warga Sipil !

Kapolda Papua, Irjen Pol Yotje Mende, saat memberika keterangan Pers. FOTO: Ils
Timika, SuIndenpen - Selasa, (13/1/15), Terkait insiden penembakan yang terjadi di area operasi perusahan tambang milik Amerika, Kamis, (1/1/15) lalu, hingga menewaskan 2 anggota Brimob dan 1 security PT.Freepord Indonesia itu. Kapolda Papua ancam Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang beroperasi di wilayah Tembagapura untuk perang, jika tidak tunduk kepada NKRI. Demikian kata, Kapolda Papua, Irjen Pol Yotje Mende, disela-sela konferensi pers, di Hotel Rimba Papua, Senin,(12/1/15), Timika Papua.

Kepala Kepolisian daerah Papua (Kapolda), Irjen Pol Yotje Mende, mengatakan, Mereka keras kepala. Kami berprinsip kejar mereka, kemanapun mereka berada. Tiada hari tanpa melepaskan dan mengajar mereka.


“Saya juga akan memutuskan logistik, dan atau Pemasok-pemasok makanan kepada kelompok-kelompok kriminal ini di bantaran sungai. 

Lanjutnya, Saya kasih untimatum kepada pendulangan-pendulangan gelap yang ada di bantaran sungai, dan aktivitasnya harus dihentikan.

Sekarang mereka mau kerja sama dengan kita atau mau kerja sama dengan mereka yang mau memisahkan diri dari NKRI.

Sering kita baca di website itu, sudah ada pengibarkan bendera perang oleh kelompok kriminal ini. 

“Saya dengan panglima akan siapkan pasukan untuk perang, “Katanya.

Menurtunya, Saya minta putuskan hubungan dengan mereka. Kalau ingga kita akan operasi di sebantaran sungai. “Operasi bukan hanya di Utikini saja tapi beberapa daerah lainnya juga, “Katanya. 

Sementara itu, Panglima Komandan Daerah Pertahanan (PANGKODAP) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Brigadir jenderal, Ayub Agus Waker, mengatakan, Militer indonesia mau perang dengan TPNPB, kami siap perang dan tutup PT. Freeport Indonesia.

“Militer Indonesia jika mau berhadapan, harus berhadap dengan militer Papua. Tentara dengan tentara, bukan dengan warga sipil, “Tegasnya, dilansir dari website www.komnas-tpnpb.net, edisi: (11/1/15) lalu.

TNPPB KODAP Tembagapura siap perang, jika militer Indonesia ingin melakukan perang. Daerah perang  akan diadakan di Tembagapura, tapi jangan ganggu warga sipil.

Menurutnya, Undangan perang ini telah dikeluarkan ke Ilaga, Timika, dan Intan Jaya juga di beberapa markas lainnya di daerah pegunungan.

Oleh karnanya, kami minta Pemerintah Indonesia, kepada Ir. Joko Widodo, bahwa; Sampaikan ke aparat TNI/Polri untuk tidak mengganggu masyarakat sipil yang beraktivitas.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Bara siap bertanggung jawab terkait penembakan terhadap 1 militer Indonesia dan 1 Security dan perampasan 2 pucuk senjata api.

“Senjata tersebut, Kami tidak akan kembalikan senjata. Kami gunakan senjata itu, untuk melawan militer Indonesia. 

Kami tetap berjuang untuk penetuan nasib sendiri bagi bangsa dan rakyat Papua barat melalui pemilihan bebas referendum sampai Papua merdeka dan berdaulat penuh.

TPNPB Pimpinan Brigjend, Ayub Waker,  menolak tegas upaya dialog dengan pemerintah Indonesia yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua.

Namun. Lanjutnya, “Kami siap perang dan siap tutup tutup PT.Freepord Indonesia di Papua. Lajutnya, Jika militer Indonesia ingin perang dengan TPNPB di Temabagapura, anggota saya siap dan akan tunggu di lapangan. Demikian, pernyataan Ayub Agus Waker, melalui keterangan tertulis di website resmi. (SI/JI)

Jumat, 09 Januari 2015

BUPATI MIMIKA HENTIKAN OPERASI PERUSAHAN GELAP

Bupati saat berada dilokasi galian C melakukan sidak dan penghentian mendadak operasi pengambilan material galian C - Foto : Saldi Hermanto Bupati saat berada dilokasi galian C melakukan sidak dan penghentian mendadak operasi pengambilan material galian C - Foto : Saldi Hermanto

 
TIMIKA – Bupati Kabupaten Mimika, Eltinus Omaleng, SE menyita tiga buah  kunci excavator yang sedang beroperasi mengangkut material pasir di dua lokasi galian C dan sekaligus diperhentikan, di Jalan Hasanuddin, dekat lokasi Irigasi, Sabtu, (6/12/14) lalu.

Guna menindaklanjuti apa yang sudah pernah disampaikan Bupati Mimika terkait galian C yang masih beroperasi dan bertebaran di dalam kota Timika sehingga merusak lingkungan, maka tanpa direncanakan dan tidak diketahui pihak-pihak terkait, Bupati Mimika melakukan sidak mendadak dengan mendatangi dua lokasi galian C. 

Kedatangan Bupati pada lokasi galian C pertama yang berlokasi disekitaran Irigasi, akhirnya menyita dua buah kunci excavator yang saat itu sedang beroperasi mengangkut material di area galian C. Lokasi berikutnya yang juga tidak jauh dari lokasi pertama, Bupati kembali menyita sebuah kunci eksavator yang juga sedang beroperasi mangangkut material pasir.

Kedatangan Bupati dilokasi-lokasi galian C yang hanya dikawal oleh ajudan beserta sejumlah wartawan yang melakukan peliputan, sedangkan pihak terkait seperti Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Mimika, tidak ikut terlibat dalam inspeksimendadak itu.

Saat diwawancarai usai melakukan sidak, Bupati menegaskan terkait apa yang telah ia sampaikan kepada kepala Dinas Pertambangan beberapa bulan lalu bahwa ia sudah menyampaikan. Namun hingga saat ini masih banyak galian C yang bertebaran dan beroperasi, sehingga merusak lingkungan.

“Saya bilang Kepala Dinas tolong stop itu semua galian C, karena kita punya daerah ini bukan daerah yang lubang-lubang dan hancur, ini tidak boleh. Tapi ternyata dia bermain juga.Galian C itu masih buka dimana-mana,” tegas Bupati.
Dengan tidak menghiraukan apa yang tidak disampaikan Bupati untuk menghentikan operasi galian C, maka Bupati terpaksa mengambil tiga buah kunci alat berat excavator pada saat melakukan sidak di dua lokasiitu. Selanjutnya Bupati menjelaskan, kunci yang diambilnya bermaksud agar pemilik alat berat mendatangi dirinya di kantor Bupati, sekaligus bersama kepala Dinas Pertambangan dan pejabatnya yang membuat ijin pengoperasian galian C yang hingga kini masih beroperasi.

“Pemilik alat berat datang ambil kunci sama saya di kantor Bupati, supaya saya mau ketemu sama kontraktor itu. Termasuk sama-sama dengan Kepala Dinas, Pa Yumte, dengan Pak Soumilena yang keluarkan ijin,” jelas Bupati.

Saat ini, Bupati baru mengunjungi dua lokasi galian C.Namun kata Bupati, dalam waktu yang akan datang, ia pastikan akan mendatangi lokasi galian C yang lainnya.Bahkan hal yang sama pun akan ia lakukan, yaitu mengambil kunci alat berat yang beroperasi mengambil meterial galian C. 

“Saya akan cek itu dimana ada galian C dansaya akan cabut kunci-kuncinya,” katanya tegas.

Selanjutnya, jika alat berat yang digunakan pengusaha galian C untuk pengambilan material, maka kontraktor yang memiliki alat berat tersebut akan di blacklist oleh Bupati.Bupatisecarategas mengatakan,akan mengeluarkan kontraktor tersebut dari Timika karena sudah membantu merusak lingkungan di Mimika.

“Umpamanya alat-alat berat itu punya kontraktor besar, saya akan blacklist itu kontraktor. Dia tidak boleh ada usaha disinidan lebih baik perusahaan itu keluar,” tegasnya.

Tindakan ini diambil Bupati bukan karena berniat menghalangi aktivitas para sopir truk untuk mencari nafkah, namun apa yang sudah dilakukan bukan pada tempatnya. Sehingga Bupati berharap, para sopir truk pengangkut material galian C dapat mengambil material pada lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan pemerintah daerah, bukannya didalam kota sehingga merusak lingkungan.

“Saya juga mengerti mereka kerja untuk pembangunan, tapi caranya bukan begitu. Ada tempat yang bisa kita ambil. Jadi bukannya saya larang sopir-sopir tadi cari uang atau cari makan. Cuma caranya itu tidak seperti itu,” terang Bupati.

Bupati kembali menerangkan kalau dua bulan lalu telah memanggil pihak Freeport dan Dinas Pertambangan untuk duduk bicara guna mengatasi hal ini. Dari situlah, sehingga adanya pembicaraan mengenai lokasi pengambilan galian C mulai dari mile 34 hingga mile 32. Jadi, Freeport diharap dapat mengetahui soal ini, karena terkait material merupakan hal yang dapat menunjang pembangunan di Mimika. Freeport diminta untuk tidak berlama-lama memberikan jawaban atau akses pengambilan galian C pada lokasi yang dimaksudkan.

“Freeport juga jangan lama-lama untuk ijinkan masuk. Jadi dengan ini saya harap, bagi yang bersangkutan seperti Freeport, itu dengar juga.Jangan dengar tapi pura-pura tidak tahu,” tandasnya.(Saldi Hermanto/SP)

Jumat, 02 Januari 2015

JURNALIS DI TIMIKA, HARUS INDEPENDEN

Timika,Banyak media tidak independen dalam pemberitaan. Pemberitaan tidak sesuai dengan kenyataan, serta media melindungi kepentingan kapitalis dan penguasah. Hal tersebut disampaikan, Ketua PUK-SPSI-KEP PT. Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) Kabupaten Mimika, Yakobus Takimai, Jumat, (2/12/15), dari ruang kerjanya di jalan Kartini Timika Papua.

Beberapa media yang ada di Timika, dalam perberitaannya beda dengan fakta yang terjadi, bahkan membolak balikan fakta yang sebenarnya. Hal tersebut kami sebagai masyarakat sangat kesal.  

“Kami sebagai publik tidak percaya dengan kehadiran beberapa media di Timika Papua.

Menururtnya, Harapan kami dari masyarakat, Jurnalis harus kerja secara profesional. Maka publik dapat percaya kehadiran media tersebuh, bahkan menyapaikan keluhan masyarakat melalui media , “Katanya.

Pada tempat yang sama, Kordinator Komunitas pekerja Papua SPKEP-SPSI Kabupaten Mimika, Aser Gobai ST, mengatakan, eksperesi media ditutupi kapitalis, maka pemberitaan tidak imbangi sesuai kenyataan, malah melindungi kepentingan mereka.

“Proses pembodohan ini, mengakibat negara dan masyarakat jadi korban kapitalis. Pemerintah pusat hingga daerah jangan diam untuk menyikapi masalah ini, “Tutur mantan  Spesial Proyek PT.BUMA Planning MTC LL di perusahan privatisisa PT. KPI.

Oleh karnanya, perlu independensi dalam peliputan berita. Sebab, Papua punya banyak masalah mestinya di ketahui oleh publik, namun tidak menyalahkan satu sama lainnya, “Tutur  anggota DPR Daerah Kabupaten Mimika itu.

Sebelumnya, Andreas Harsono, dari Human Rights Watch (HRW), mengatakan, di Papua tidak ada jurnalis yang Independen. Dimana pemberitaan soal insiden penembakan terhadap 5 Warga sipil dan melukai belasan lainnya di Paniai, 8 Desember 2014 lalu. Demikian Kata Andreas Harsono, dilansir dari www.remotivi.or.id, Edisi: Jumat, (19/12/14) lalu.

Memang tak mengherankan bila informasi simpang siur di Papua. Di Enarotali hanya ada dua wartawan, masing-masing dari Selangkah dan Suara Papua, “Jelas mantan wartawan Bangkok Post. Melalui media.

Lanjutnya, Mereka bekerja dalam suasana menakutkan. Ada informasi dari mereka keliru, misalnya, kronologi terbalik. Di Nabire, ada seorang aktivis yang terlalu cepat mengirim email sehingga nama-nama keempat korban keliru. Namun dia sudah lakukan koreksi.

Masalah paling besar yang menyebabkan kesimpangsiuran ini adalah ketiadaan jurnalisme yang independen di Papua, baik media lokal, nasional, maupun internasional. Wartawan lokal banyak yang takut buat verifikasi. Wartawan media nasional, kalau tidak takut, banyak yang terkooptasi.

Bahkan ada yang bekerja sebagai informan, mata-mata (agen), atau aparat. Wartawan internasional dibatasi masuk ke Papua sejak 1960an. Mereka harus dapat persetujuan 18 instansi dalam clearing house di Kementerian Luar Negeri bila hendak meliput Papua, termasuk dari Badan Intelijen Negara maupun Badan Intelijen Strategis.

Pada 2011, sekitar 500 halaman dokumen militer, termasuk dari Kodam Cenderawasih maupun Kopassus, bocor. Ia berisi laporan harian, penyadapan telepon, pemantauan turis internasional maupun rekrutmen wartawan-wartawan di Jayapura, Wamena, dan lainnya buat bekerja mata-mata untuk Kopassus.

Kegiatan mereka adalah kasih informasi soal para aktivis, pemuda, tokoh gereja, dan lainnya. Memata-matai warga sendiri memang bukan kegiatan melanggar hukum, tapi hal itu merusak kepercayaan masyarakat terhadap media, “Kata, salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen itu.

Macam-macam organisasi, termasuk Dewan Pers, juga Human Rights Watch, minta agar pembatasan terhadap jurnalisme yang independen dihentikan di Papua. Tanpa jurnalisme yang independen, maka tak ada cara buat warga memantau kekuasaan para pejabat, Tuturnya. (Jekson Ikomou)