Rabu, 05 Februari 2014

INJIL INI RUMAHMU

Oleh: Dominggus Pigai*)

Dominggus Pigai. (Foto/Dok)
Papua didarati dua misi utusan Barat Ottow dan Geisler pada 5 Februari 1885 di Mansinam. Kehadiran misi penyiar Injil dengan seperangkat ajaran baru dipandang telah mengisi pundi kebenaran dalam pelataran rumah-rumah tradisional. Para pewaris kebudayaan lokal menanggapi tradisi Kristen sebagai pertanda kehadiran zaman baru dalam lembaran hikayat suci.

Klimaks kehadiran Kuasa Injil dalam berbagai bentuk sakramen, mujizat, pewartaan Sabda Kebenaran Injil, Pujian, Tarian, Drama, Puisi dan asesoris kekristenan menjadi sebuah tradisi yang dihidupkan dalam perayaan hari raya Gerejani merupakan ekspresi ketaatan atas otoritas Injil.

Surat-Surat Injil dalam Kitab suci merupakan kesaksian kehidupan Yesus Kristus yang diisi penuh dengan Kisah Nyata Kuasa Tertinggi Allah yang hadir dalam dunia fana. Injil menampilkan dua Wajah Yang Paradoksal dengan kehidupan real manusia di dunia. Di Satu sisi Injil Mengakomdir Manusia dari Kepelbagian Latar belakang Kehidupan manusia; Di sisi yang lain Injil menjadi kekuatan yang menentang kehidupan manusia.

Pandangan yang kontraversi dalam Rumah Manusia di dunia akan menjadi renungan refleksi dengan melihat dua wajah ganda. Kontraversial tersebut sebenarnya bagian dari perwujudan bahwa INJIL berada di atas segala-galanya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

WAJAH GANDA INJIL
Injil sebagai Kekuatan Allah yang mengubah tradisi kehidupan manusia yang berabad-abad menjadi perekat kasih dari komunitas pluralistik. Tetapi juga sekaligus menjadi sarana yang memisahkan hubungan manusia dengan kultur sosial.

Pertama Injil sebagai zat perekat Komunitas Pluralistik. Sebagai Kekuatan penyatuan berbagai elemen sosial Injil mampu mengakomodir perbedaan-perbedaan filosofis, keyakinan, ideologi, visi, semboyang dll. Nilai-nilai baru yang ditransformasikan oleh Injil tidak lepas dari pengalaman dan kenyataan hidup masyarakat. Karena Injil memiliki otoritas Ilahi yang Maha Tinggi, Injil mampu membuat suatu perubahan kehidupan dengan menundukkan dan mengalahkan otoritas adat yang telah hidup lama.

Dalam Surat Roma 1:16-17 memberi definisi bahwa Injil ialah kekuatan Allah yang menyelamatkan, membebaskan semua orang dari tawanan dosa. Sifat dosa yang melekat pada manusia menyebabkan manusia mati, terjerat dalam nafsu kejahatan, keserahkaan, kekerasan. Injil menjadi kekuatan yang membongkar spirit dari dalam masyarakat.

Kendati manusia pada awal kehadiran misi penyiaran Injil diwarnai dengan kisah traumatis yang mengorbankan jiwa dan raga manusia. Demi menjadi Pengikut Yesus Para Rasul menanggung beban penderitaan, penyiksaan yang amat parah. Rezim pemerintahan Nero Romawi tidak mengizinkan pewartaan Injil secara leluasa. Mereka dituduh sebagai kelompok bidat yang sesat. Ajaran Injil disindir sebagai ajaran propaganda yang menyesatkan. Kisah para Martir Kristus yang mati sahid menjadi "Benih" yang subur untuk tumbuhnya benih Injil.

Komitmen untuk bertahan dalam penderitaan, menapaki jalan sunyi, hidup sederhana dan bersahaja, telah menjadi kekuatan yang melumpuhkan pertahanan diri yang senantiasa menolak kehadiran Injil.
Dalam suasana penderitaan Injil mampu menyediakan suatu jawaban bagi pergolakan batin. Ketenangan batin yang diresapi para pengikut Injil ini membuahkan mekarnya nilai-nilai baru yang mewarnai kasih.

Pengharapan mungkin menjadi sebuah kata kunci untuk menyadarkan manusia dalam memahami dinamika dan tuntutan kebutuhan manusia dan alat pemuas yang cenderung berubah. Pengharapan tentang masa depan baru didasarkan pada perkataan "YESUS KRISTUS". Berbagai kepedihan, keprihatinan yang seringkali berkunjung dalam kehidupan manusia di bumi ini tanpa disadari atau disadari dapat dirunut dengan nilai-nilai baru yang diperkenalkan Yesus Kristus dalam Kitab Suci.

Solidaritas atas kasih antara berbagai kelompok sosial yang berbeda. Antara golongan miskin dan Kaya, Tuan dan Hamba, Kuat dan Lemah, Sakit dan Sehat, Lapar dan Kenyang dan lain-lain. Injil memberi posisi yang sama dan sederjad. Cara Pandang Injil adalah mengutamakan nilai dan derajad Kemanusiaan sebagai suatu harga yang paling Mulia. Bahkan takaran nilai manusia tidak dapat disejajarkan dengan benda- benda lainnya yang diciptakan Allah.

Peran Allah dalam mengangkat taraf hidup manusia dari yang hina menjadi sesuatu yang mulia dilakukan dengan Pengorbanan diri Yesus Kristus di atas Kayu Salib sebagai lambang kehinaan manusia pendosa. Usaha mendamaikan dan memulihkan kembali Manusia datang dari inisiatif Allah Yang Maha Tinggi.

Menjadi Kristen tanpa mengimani dan menghayati kebenaran Karya Pengorbanan Suci Teladan Kehidupan Yesus ibarat " GARAM YANG DIBUANG KEDALAM AIR LAUT".

Kedua, INJIL SEBAGAI PEMISAH antara MANUSIA dengan KULTUR SOSIAL. Kehadiran Injil telah merobek tabir kebudayaan. semua peristiwa pekabaran Injil di Pulau Papua ini memberi sinyalmen sejarah bahwa semua asesoris dan peralatan kebudayaan dimusnahkan. pikiran dan iman demikian didasarkan atas : a. Kekuatan Injil melebihi kekuatan kebudayaan yang dimiliki masyarakat. (b). Kekuatan benda-benda sakral budaya akan menjadi penghambat datangnya kuasa kehadiran Yesus Kristus dalam dunia; (c). Injil mampu menjamin kehidupan yang lebih layak dari kehidupan semula; (d). Injil yang disebarkan dapat membuat masyarakat akan sama dengan kehidupan pewarta Injil. (e). Kultur sosial yang diproduksikan oleh manusia/masyarakat adalah wilayah kerja Setan

Kelima pandangan ini membuat manusia rela menanggalkan keyakinan kultural yang sudah dipercaya berabad-abad lamanya. Kondisi demikian mempengaruhi sikap dan cara pandang Yesus tentang hubungan pertentangan antara kebudayaan dan kekristenan yang dikonstruksikan dalam Rumah Manusia/Rumah Allah. Pemisahan yang tegas digambarkan Yesus dalam Kitab Injil "AKu datang untuk membawa pemisahan antara Suami dan Istri, Anak Laki-Laki dari ayah, anak perempuan dari ibu, Tuan dari hambanya, dll.

Saya sendiri melihat gerakan Injil ini adalah gerakan untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala kepemilikan kita di dunia. Tanpa memungkiri bahwa kekuatan sumber daya memang penting dalam proses pewartaan Injil. Segala harta kekayaan dan manusia bukan menjadi tuhan atas INJIL KESELAMATAN ALLAH, tetapi ALLAH yang berkuasa atas segala sesuatu yang dimiliki manusia. Perang antara pihak yang menerima INJIL dan Pihak yang menolak kehadiran Injil sudah me.



Penulis adalah Tokoh Agama di Tanah Papua