Selasa, 04 Februari 2014

Obat Pembesar Panis, “Bukan Budaya Papua” Bebas Beredar di Bumi Cendrawasih

Oleh:Jackson Ikomouw*)

Jackson Ikomouw. (Foto/Dok)
Dari sekian banyak persoalan yang menimpa bumi Cendrawasih, salah satunya adalah meningkatnya peredaran Obat pembesar panis dikalangan pemuda/remaja belum menikah sehingga akibatnya merusak kelamin pria. Persoalan  ini Rumah sakit Umum (RSU) daerah Jayapura telah mencatat 100 Pasien. Menurut; dr. Lucky, Sp.KK, pasien yang datang berobat itu terbukti ada yang menggunakan suntik silicon dan daun bungkus. Seperti diberitakan majalahselangkah.com, Edisi:  Sabtu, 01 Februari 2014 . 

Sadis !  ini akan merujuk pada pemusnaan etnis Melanesia di tanah Papua. Untuk mengantisipasi problem ini, setiap induvidu perlu  ada kesadaran karena ini bukan budaya orang Papua. Sebab, ketika kita menikah akan terjadi kemandulan dan dampaknya hingga keluarga.

Dalam sejarah telah mencatat bawah “Obat pembebas Panis bukan Budaya  orang Papua tetapi dibawah  datang oleh kaum imigrasi dan Transmigrasi ke Papua.”  Rupanya bagian dari upaya pemusnaan ras Melanesia yang dilakukan pendatang di Papua. Kemudian, penjualan  obat pembesar panis di Papua bebas diperjual belikan, dan  belum ada pengawasan dari pihak keamanan hingga saat ini.  Oleh sebab itu dicurigai bawah, pihak keamanan juga ikut melindungi persoalan tersebut untuk membunuh generasi bangsa. Namun jelih dalam memilih hal yang baik dan buruk. Sebab Penjajah pasti akan menggunakan bahasa yang enak didengar, untuk menggoda generasi bangsa. 

Disini saya berbincang-bincang sedikit dari hasil pantauan saya bersama Jemi Pakage diatas Kapal.

Ini Hasil Pantauan

Waktu menunjukan pukul sembilan. Kami menaiki Kapal Ngapulu dari palabuhan laut Samabusa Nabire menuju Pelabuhan Serui. Tujuan kami berdua menuju ke Kota Holandia kini Jayapura untuk daftar Jemi Pakage mengikuti tes pendidikan Militer.

Kapal yang kami tumpangi mulai stom. Tummm..tumm..tumm ABKB siap muka belakan Tummm..tumm..tumm ABKB siap muka belakan Tummm..tumm..tumm ABKB siap muka belakan. Selepas dari pelabuhan Nabire. Ngapulu mulai star menuju pelabuhan Serui. Maka kami berdua mengambil tempat tidur di Dek-4 bagian samping kiri,  dan menyimpang tas/Noken ditempat tersebut. 

Beberapa menit kemudian, teman saya ajak ke cafe untuk mengopi bareng, “Nogeii wadouto Café nauwii ! Enano nauwii nogei.  namun kami berdua menuju ke-Dek 8. Pass  di Dek-7 terlihat orang-orang sedang kerumunan. Karena penasaran menuju  ke tempat tersebut. Katika dilihat dari dekat, Manusia pendek  ini lagi jualan obat pembesar panis semacam minyak gosok. Dia asal Makassar.

Ekpresinya.  Dia bicara banyak untuk menarik perhatian orang-orang disekitaran situ. Kemudian manusia pendek asal Makassar itu bilang; “Pache, Ini  soal harga diri, harganya murah dan bisa pake berulang-ulang kali bahkan dalam waktu seminggu kelamin panjang dan/atau besar.” Sesekali  Dia menunjukan foto panisnya. Dengan foto yang dia potret itu sangat meyakinkan orang-orang  karena panis besar dan/atau panjang sehingga ada yang membelinya. 

Dari hasil pantauan ini; banyak generasi muda yang  belum menikah membeli obat tersebut. Seusai itu saya memintah teman Jemi untuk langsung menuju ke café De-8 untuk ngopi bareng. Demian hasil pantauan saya.

Ketika ditanya Paitua Google. Masuk ke pencarian lalu tulis Papua, Minyak Pembebasar bermunculan dihasil pencarian. Hal ini saya merasa kesal. Pada hal saya bermasud untuk membaca berita tentang soal Papua. Media yang selalu update dan/atau publikasi adalah media http://forum.viva.co.id.  Ini stigma buruk yang dilakukan oleh kaum penjajah terhadap orang asli Papua. Mengapa saya merasa kesal ? sebab ketetika dikunjungi remaja/pemuda yang belum menikah, akan timbul pikiran negative sehingga berniat untuk membelinya. 

Saat dibeli, tentun  belum tahu tata cara pemakaian sehingga akibatnya kelamin rusak dan terjadi kemandulan walaupun masih produktiv. Dalam persoalan ini, kita tidak menyadari sebab kita didoktin bahasa-bahasa enak dicernah. Maka, jangan biarkan persoalan  terus meningkat dikalangan remaja/pemuda di Tanah Papua. Sebab bangsa ini sedang membutukan kami. Untuk melakukan yang terbaik, dan ketika kita lahir diatas bumi cendrawasih demi melanjutkan tongkat estafet para Palawan bangsa Papua gugur dimakan bintang liar.

Ingat ! Kita sebagai generasi Papua perlu ketahui, kita sedang dibunuh melalui berbagai cara. Tetapi kita belum sadar akan soal ini. Namum perlu ada kesadaran pada setiap kita.