Oleh: Jackson Ikomou*)
Eceng Gondong di Danau Paniai. (FOTO/Ils) |
KATIKA fajar pagi itu pantulkan dari timur matahari
naik, pancaran cahayanya menyinari Kota Enagotadi, Paniyai. Pantulan cahaya
matahari yang keluar diantara gunung-gunung yang disebut Egeida itu memperindah
kota tua ini. Kota Enagotadi, terletak di lembah paniyai persisnya pinggir
danau Paniyai. Keindahan alam danau dan lembah serta gunung bukit mengapit pun
dibuat makin indah dan ceria di hadapan pandang mataku. Pandang mata pun
mendesak hatiku, lalu saya pernah mengikuti pantulan cahaya mentari pagi itu
sambil berjalan kaki kearah pusat kota tua peninggalan Belanda yang pernah
diserang Japan usai perang dunia kedua. Membuat diriku, terhibur dari biasnya
yang kurang cerah dan dengan penuh keceriaan indah pagi itu membuat diriku pun
terus mengayunkan langka kakiku untuk menghampiri pedangang yang sedang
bergegas untuk menjual dagangan dalam warung kiosnya.
Pedagang warung itu bernama Mass Banio, asal
dari Pulau Jawa. Pedagangan kios sebagai pekerjaan sehari-harinya, ia menjaga warung
kiosnya. Disamping warung kiosnya itu ada kolam ikan dari danau Paniyai. Ikan
danau, tidak lain dari ikan emas, ikan mujair, ikan lele juga udang karena
dulunya danau paniyai itu ada hanya udang yang kian berkurang atau musnah
karena habitatnya dikuasai ikan program perikanan yang dimasukan tahun 1970-an.
Ketika, saya sampai di warung kios, untuk membeli
kelereng di kios yang terletak di jalan menuju bandara udara Enagotadi. Kolam
ikan, yang ada di samping itu, berukuran 7 X 7 persegi. Ada dalam pagar karena
sudah dipagari dengan bambu “Idaa Mee”. Menjadi pertanyaan, kolam ikan yang lalu
tampak bagus karena tidak ditumbuhi tumbuhan. Akhirnya, saya melihat ada
tumbuhan yang menurut saya unik karena tumbuh dengan tumbuhan yang tidak pernah
saya melihat selama ini. Rumput yang unik dan tumbuh menjalar diatas air kolam
yang polos dipenuhinya. Membuat saya penasaran, Mass Banio ini tanam tumbuhan
apa karena sudah menyebar dan memenuhi badan kolam yang sebelumnya, tidak
pernah melihat, pikirku.
Pada saat membeli kelereng di kios, saya mulai
bertanya ke Mass Banio. Seraya bertanya, daeng tanam apa di kolam ikan itu?
Karena ia lama menjawab, bertanya lagi, “Bapak, tanam tumbuhan apa, karena
sekarang kolam ikan ditutupi dan makin bagus, daeng? “Ahhh. Itu tumbuhan Eceng
Gondok. Jawabnya. Mass, tumbuhan ini sangat bagus skali kelihatannya tidak
ada kolam ikan“ tegasku, sambil membeli kelereng seharga Rp.10.000.
Mass, “tumbuhan Enceng Gondok itu, diambil dan bawah
dari mana eeee? Mass Bania, kenapa tanya? Waa, tumbuhan itu unik sekali bapak, karena
disini tidak ada, tegasku. Mass Bania,…waaa tumbuhan itu saya bawa dari nabire
dan letakkan di ujung kolam itu cukup satu saja, sambil memperhatikan tumbuhan yang
memenuhi badan dalam kolom itu. Jawab Mass Banio sambil tatapnya“, ketika itu
saya bawah datang dari Nabire, tegasnya.
Kelereng yang beli di warung kios Mass, “saya
main dengan teman-teman di sekolah. Cara mainnya, taruhan kelereng, pass waktu
itu saya kalah terus. Karena teman main kereng itu pandai main, akhirnya dalam
nokenku sudah habis, tidak ada kelereng.
Ketika saya, melihat dalam noken kecilku itu,
semua kelereng habis dan saya minta bagi kesaya, namun teman tidak mau membagi.
Kalau, mau minta-minta lagi kenapa main habiskan tadi, rasa sendiri, tegas
teman. Saya, mulai menangis, lalu mengejar teman-teman saya dengan batu, karena
tidak berbagi ke saya.
Suara nanggirku :
Hiiiii, aniya kelereng kou yokaweii yee hiiiii
ani kelereng kou yokaweii yee hiiiii ani kelereng kou yokaweii yee
hihiiiiii….hehehehehe
Teman-teman bermain itu, mereka sampaikan kalau
takut kalah jangan bermain semua, rasakan sekarang. Saya kejar pegang batu dan melampiaskan
emosi, karena mereka mencari gara dan saya melempari rumah mereka, tempat
mereka masuk, di pipih mataku, masih ada tanda nangis, tadi sambil lempar
rumah.
Selisih, beberapa hari kemudian, saya datang
beli kelelereng di tempat daeng. Sambil, melihat kolam ikan, yang dipenuhi “tumbuhan
Enceng Gondonk karena mulai menyebar dalam kolam. Ketika saya beranjak, usia
Sekolah dasar (SD) itu, pernah saya memperhatikan, ternyata di Danau Paniyai,
pun, Mass Banio buang tumbuhan Enceng Gondok yang saya pernah lihat di kolam
ikan miliknya, ketika masih belum sekolah. Penasaran saya, belum usai dan ketika
beranjak di usia SD, itu pernah mendengar komnetar seorang mahasiswa ISSP
Zakheus Pakage dan mulai mengenal ketika sosialisasikan lewat gereja-gereja di
Paniyai,. Kita harus protes kepada pemerintah, karena Danai Paniyai mulai
banyak dengan tumbuhan enceng gondok. Dalam pikiran, saya teringat cerita dari
pedagang kios, karena ia pernah ceritah bahwa membawah Enceng Gondok dari
Nabire. Ternyata, hanya untuk “Mematikan Habitat di Danau Paniyai”. tegasku.
Hati saya mulai, mendesak untuk bersaksi sesuai
pengalaman, akhirnya ramai dibicarakan.
Pada suatu sore, “bapak saya mulai berdiskusi
dengan beberapa mahasiswa dari Kampus ISSP Zakheus Pakage mengenai bahaya Eceng
Gondong di Rumah sambil minum kopi. Ketika itu, orang tua tinggal di Konplek
Misionaris Sending. Rumah yang orang tua tinggal berukuran 5 X 7, dengan 3 kamar
tidur, tamu dan dapur serta kamar mandi.
Seusai mendengar cerita, yang hendak bapak saya
cerita tadi itu. Ada, seorang mahasiswa mengatakan? Kalau kita perhatikan
habitat danau paniyai, burung-burung bangau yang dulu banyak di danau saja
sudah mulai hilang, pengganti udang, ikan-ikan mass pun mulai hilang,sekalipun
program pemerintah lewat perikanan memasukan itu. Dulunya, kita kenal bahwa di
danau paniyai itu banyak udang-udang namun hanya tinggal dua macam akibat Eceng
Gondok di Danau Paniyai. “waahhh, keadaan ini dibuat makin parah skali,
tegasnya.
Saya, mengatkan,” Ahhh…asal muasal tumbuhan enceng
gondok itu. Dulu pada saat beli kelelereng saya pernah lihat di kolam milik
Daeng Banio itu banyak dan bertanya? Ternyata, Daeng Bania, yang sebenarnya tentara
tetapi berdangan itu, dia bawa masuk ke Paniyai. ketika itu, saya bertanya
dibawa dari mana? Dia jawab saya bawa dari Nabire. Sekarang, banyak yang mulai
bertanya, enceng gondok itu muncul dari mana? Ternyata, yang membawa masuk
tumbuhan itu adalah Daeng Bania, ia membawa dari Nabire dan tanam di kolam dan
buang ke Danau Paniyai, tegas kesaksian ketika itu.
Itu sudah,” Jawab mahasiswa yang kuliah di kampus
ISSP….
Untuk itu nanti kita perlu mengadakan
riset, kemudian Mahasiswa Zakheus Pakage mengadakan risel:
Hasil risel dari Mahasiswa ISSP Zakheus Pakege
telah rekomendari ke Pemerintah untuk di bersihkan. Kemudian pihak pemerintah
alokasikan dana untuk pembesihan. Pembersihan di lakukan oleh Masyarakat yang
berdomisli di Kampung Aikai
Walaupun dibersihkan malah menambah. Ini
Upaya pemusnaan yang dilakukan secara structural
Pak Banio adalah yang aktivitasnya pedagang tapi
nyatanya ia anggota Militer yang ditugaskan di Paniyai. Banio Asal Jawa.
Sekarang, beliau, sudah pensiun dari Anggota Militer. Ia huni di sebuah Rumah
di Komplex Militer
Banio sudah lama Tugas di Paniai, dari sejak
Enogotadi masih Ibukota Kecamatan/Distrik. Entah, ditugaskan dalam misi
apa? Dan tahun berapa, tidak ketahui, rasaku.
Penyebaran Eceng Gondong berawal dari kolam ikan
Mas Banio sehingga Danau Panitai pun menyebar luas. Maka banyak habitat
yang mati akibat ditumbuhinya tumbuhan mematihak habitat danau yang cantik itu.
Kadang mama Paniyai Papua menjalah Ikan, ada keluhan tentang kesehatan mereka bahwa
mulai terganggu ketika banyak enceng gondok dan sulit mendapatkan ikan, tidak
seperti sebelum adanya Enceng Gondong.
Mendengar cerita fakta, Salah satu Mama yang
sering menjalah ikan, pernah bercerita tentang mengatakan , “ Ka…ka..kou Aceng
Gondok kou yaaa, kaguu badoo nako-naaa udomudo, eyatee nooo, ikane naa ayabeu
noo itoko” (artinya, aduuu dengan adanya eceng gondok itu buat susa dapat ikan
tetapi membuat lutut sakit, dan makin berat, dan sekarang tidak bisa
mendapatkan ikan lagi), tegas kenang mama nelayan danau paniyai.
Sudah beberapa kali perahu tidak bisa masuk
sampai ke rumah, karena jalan keluar masuk perahu danau dikuasai tumbuhan
enceng gondong dan tidak tertolong. Sulit, keluar masuk dan tidak bisa sampai masuk
ke tempat perahu kami seperti dulu, kesaksian saat ini.
Bahkan ada juga yang perahu mereka
hilang, akibat terhimpit atau tertimbun dalam tumbuhan Eceng Gondong.
Sebuah pengalaman yang pernah rasakan diatas
ini, saya menarik satu pikiran bahwa upaya pemusnaan orang Papua khusus di 7
(tujuh) wilayah adat, masyarakat adat tanah Papua terutama di Mee-Pagoo mesti
kita waspadai karena kolonial Indonesia masuk dengan berbagai cara untuk
menghancurkan pijakan hidup kita di meuwo dide.
Hal yang menjadi ironis lainnya, mereka
membangun banyak bangunan yang hendak bangun di bibir danau Paniyai tanpa ada kontrol
dari pemerintah dan sekalipun ada dari masyarakat adat atau tokoh agama, mereka
berlindung dibawah pemerintah setempat. Semoga ini menjaid perhatian,
pemerintahan sekarang.
Untuk mengembalikan keindagan alam danau,
pemerintah kabuapten Paniyai perlu punya perencanaan yang tepat tanpa
membiarkan untuk tambah merusak alam danau paniyai ini, Bila perlu, pemerintah
paniyai segera menggusur semua rumah yang dibangun diatas danau di sepangang pinggiran
Danau Paniyai ini. Jika tidak diantisipasi oleh dari pemerintah sekarang,
kedepan, keindahan danau Paniyai akan tinggal nama karena sudah mulau menghancurkan
eksitensi habitat di danau Paniyai dan mata pencaharian masyarakat disekitar
danau tersebut di Kabuapten Paniyai.
Ada pengalaman bahwa, beberapa kali pemerintah kabupaten
Paniyai pernah membersihkan namun malam tamba banyak karena sumber produksi
belum dibereskan yaitu dibawah bangunan yang dirikan dipinggir danau atau
bahkan rumah-rumah berdiri diatas sampai masuk danau yang dikenal mendunia
Wissel itu. Jika hal ini dibiarkan. Gambaran ini, menjadi keberpihakan semua
pihak, untuk katakana kalau bukan sekarang kapan akan bersihkan dan akan
kemanakan nasib anak cucu kedepan, bisa juga nama danau tinggal kenangan karena
ditutupi enceng gonong dan dipenuhi sampah-sampah buangan pedangang atau rumah
yang berdiri gagah diatas danau wissel tadi. Apakah, patas katakana sudah
terlanjur, lalu kalau bukan pemerintah (kita), siapa lagi. Sebab, kaum penjajah
datang untuk menjajah rakyat Papua. Mulai menghancurkan dari basis penyangga
kehidupan. Tempat dimana menjadi mata pencaharian warga setempat, hal ini
sangat dirasakan seluruh tanah Papua terutama cerita diatas ini, tegas
simaknya.
Hal terpenting lainnya, kaum generasi muda di
suku bangsa mesti pikirkan benar tanpa pinggirkan persoalan bersama masyarakat
kita. sebab ini tanggung jawab generasi Papua, demi masa depan bangsa Papua.
Untuk itu mencari solusi demi menuntaskan Eceng Gondong di Danau Paniai.
Dimulai dari pembersihan semua rumah yang berdiri diatas danau karena disana
sumber produksi enceng gondong, simaknya agar jelas dalam mengatur tata kota
dan wilayah pemerintahan Paniyai kedepan, usulannya.
Demikian:Catatan Singkat ini saya buat atas kesaksian
fakta karena tumbuhan pun menyebarkan untuk menggeser tumbuhan asli denga Eceng
Gondok di Danau Paniai. Mari Menjaga keindahan danau Paniyai (Lake Wissel),
tanpa membiarkan jadi bencana bagi diri tapi penyelamat diri sekarang dan masa
mendatang. Salam lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar