"Secara rutin memang idealnya kurikulum pendidikan harus ditinjau maksimal 10 tahun sekali untuk menyesuaikan kebutuhan zaman," tuturnya di Jember, Rabu.
Menurut dia, perubahan kurikulum yang direncanakan oleh Mendikbud M. Nuh tentunya berdasarkan hasil evaluasi yang matang dan tidak hanya untuk kepentingan sesaat saja, sehingga perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Kemendikbud memiliki satu misi yakni pada tahun 2045 atau seabad Indonesia merdeka harus benar-benar mandiri, sehingga proses menuju ke sana harus disiapkan sejak dini, sedangkan Malaysia memiliki visi mandiri pada tahun 2020," ucap Guru Besar Unej itu.
Ia menjelaskan karakter pendidikan di Indonesia belum cukup bagus dibandingkan negara-negara lain, sehingga Kemendikbud pada tahun 2010 sudah meluncurkan "grand design" pendidikan karakter yang akan diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran pada kurikulum baru tersebut.
"Pendidikan karakter tidak akan menjadi mata pelajaran tersendiri, tapi akan terintegrasi dalam mata pelajaran yang kompetensinya harus memuat satu karakter untuk meningkatkan mutu pendidikan," kata pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unej itu.
Sunardi menilai rencana Kemendikbud mengubah kurikulum pendidikan di sekolah dasar (SD) menjadi enam mata pelajaran saja mulai tahun ajaran 2013-2014 cukup beralasan untuk mengurangi beban pelajar yang dinilai cukup berat dengan 11 mata pelajaran tingkat SD.
"Penyederhanaan mata pelajaran bagi anak didik di tingkat rendah seperti SD sangat diperlukan, agar mereka benar-benar memahami mata pelajaran secara keseluruhan. Memang lebih bagus sedikit tapi mendalam daripada banyak tapi hanya permukaannya saja," paparnya.
Dosen matematika itu berharap perubahan kurikulum baru harus dipahami dengan benar oleh satuan pendidikan di masing-masing sekolah dan guru yang bersangkutan, agar harapan Kemendikbud untuk memperbaiki kualitas pendidikan dapat terwujud.
"Belum optimalnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 karena pihak sekolah dan guru belum menerapkan sistem itu dengan benar. Dalam KTSP 2006, otonominya ada di tingkat satuan pendidikan yakni di sekolah-sekolah," ujarnya menambahkan.(*)
Sumber: Antarajatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar