Oleh: Meli Hadjo*)
Salam Solidaritas,
Kawan, saya ingin berbagi
Mama Anita Prego. (Foto:Meli) |
Hari ini, saya kembali mengunjungi mama Anita Prego di Noelbaki,
Kabupaten Kupang. Saya pertama kali mengenal mama Anita 2011, saat kami
KoAR membawa anak perempuannya, Natersia ikut lomba membaca cepat di
Perpustakaan Negara. Sejak itu, saya terus-menerus mengunjunginya.
Entahlah, kenapa saya masih melakukan ini. Mungkin karena setelah saya
melihat kehidupannya, saya tak ingin mengabaikannya begitu saja. Tahun
2012, Februari sampai April, mama Anita pernah terlibat dengan saya
dalam sebuah project pembuatan film dokumenter berjudul “Konjak Julio”
yang diselenggarakan oleh Kickstart-Indocs. Film ini juga melibatkan
anak laki-lakinya yang berumur 10 tahun bernama Julio, mengangkat kisah
seorang anak yang putus sekolah dan lebih memilih menjadi konjak bemo
demi membantu ibunya, mencari uang.
Tadi pagi, saya di
rumah mereka. Sekarang Julio 13 tahun, ia tidak lagi konjak, ia sudah
jadi calo penumpang. Demikian yang mama Anita bilang. Kalo ada penumpang
yang turun dari oto Kupang dia bawa pi oto Oesao, kalo penumpang turun
oto Oesao, dia bawa pi oto Kupang. Sudah beberapa hari Julio sakit, mama
hanya beli obat di kios. Kalo Julio sakit dia tidak kerja. Mama Anita
menjelaskan.
Pemerintah memberikan opsi
merdeka atau integrasi, keluarganya memilih bergabung dengan Indonesia.
Sampai hari ini, meski status kewarganegaraannya jelas Indonesia, mama
Anita masih tinggal numpang di tanah milik pemerintah Kabupaten Kupang,
rumah yang ditempatinya juga bantuan pemerintah. Mama Anita bilang kalo
tanggal 9 April 2014, tidak memilih caleg DPR-RI (name: out of the
record) maka mereka harus pindah.
Mama Anita telah
menjanda sejak 2009, dengan kondisi hidupnya yang serba kekurangan, ia
masih nekat pinjam uang di koperasi tahun kemarin untuk biayai perbaikan
kuburan suami dan anak laki-laki sulung. Menurutnya, mereka sudah
meninggal, nanti mereka marah kalo kuburannya tidak perhatikan.
Sekarang, setiap bulan mama Anita harus ‘stor’ ke koperasi sebesar 100
ribu rupiah. Uang yang didapat oleh Julio dari hasil calo biasa
digunakan untuk bantu bayar kredit koperasi atau beli beras. Dapat
sedikit-sedikit saja dari Julio, kadang-kadang 10 ribu, 20 ribu.
Kondisi fisik bangunan dalam |
Saya numpang tidur di kamar mama Anita. Dia bilang, aduhhh mama punya
rumah begini saja, hanya dapur dengan ruang depan. Kalo di Leste rumah
besar, ada anak perempuan besar yang tinggal disana. Mama belum bisa
pindah, karena masih ada utang. Nanti, kalau sudah lunas mama mau pinjam
lagi untuk urus pasport. Mama mau kunjungi keluarga disana, terus balik
lagi kesini. Mama mau tinggal disini saja, kuburan suami dengan anak
ada disini.
Sudah sore jam 5, bangun tidur, saya lapar. Ada pisang
rebus di periuk kecil, saya mengambil sebuah. Mama Anita bilang hari
ini beras habis, jadi kita makan pisang saja. Tadi petugas koperasi
datang, mama stor. Saya bilang, pisang juga enak, cukup untuk perut.
Dua
tahun lalu, uang yang mama Anita pinjam selain digunakan untuk
membenahi kuburan keluarga juga ia pakai untuk perbaikan rumah. Bagi
saya, ini bukan rumah layak tinggal. Kayu-kayu penyangga rumah mulai
lapuk, musim hujan begini, air tanah naik ke permukaan membuat tanah
dalam rumah selalu basah. Beberapa hari tidak hujan, lantai dalam rumah
masih basah. Mama Anita menutupnya dengan potongan-potongan triplex
bekas. Saya memprediksi, tahun depan bila hujan badai datang, rumah ini
bisa roboh. Saya membayangkan, bagaimana jika rumah ini roboh saat Mama
Anita dan anak-anaknya sedang tertidur pulas. Begitu saja pertemuan saya
dengan mama Anita hari ini.
Saya mau pulang, mungkin
hari Minggu atau Senin saya akan kembali lagi menemui Mama Anita.
Rencananya, saat saya berkunjung lagi, saya bisa membawa sedikit beras
atau apapun yang bisa membantu mama Anita.
Malam ini, saya bertemu
seorang kawan dan menceritakan tentang kunjungan saya. Teman ini PNS,
ia bersedia memberikan jatah berasnya bulan ini 10 kg untuk mama Anita.
Dia juga mau memberikan baju-baju bekas layak pakai untuk mama Anita.
Terima kasih kawan. Hanya dengan mendengar cerita, kawan mau berbagi.
Saya
percaya, masih ada kawan-kawan lain yang bersedia berbagi. Jika masih
ada diantara kawan-kawan yang mau berbagi, saya dengan senang hati
bersedia menemui kawan-kawan untuk mengumpulkan apapun yang ingin
kawan-kawan bagi untuk mama Anita. Pemberian kawan-kawan akan saya
teruskan untuk mama Anita dan anak-anaknya.
Salam Solidaritas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar