Senin, 04 Maret 2013

Jurnalis perempuan dianiaya hingga kandungannya gugur

Wartawan Prempuan yang dianiyaiya. Foto: Ucanews
Kalimantam, SUARA INDEPENDEN - Seorang jurnalis TV lokal di Kalimantan Timur mengalami keguguran setelah digebuk oleh sekitar belasan orang ketika ia sedang meliput kasus sengketa tanah pada Sabtu (2/3) lalu.

Normila Sari Wahyuni, 23 tahun, jurnalis Paser TV mengaku, kandungannya yang berusia sebulan mengalami keguguran akibat peristiwa yang terjadi di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur ini.
Yuni (sapaanya),  yang pada hari Minggu dirawat di Rumah Sakit Panglima Sebaya di Tanah Grogot mengatakan sekelompok orang mencoba untuk menyita kameranya sebelum menyerang dia. Ia mengaku dipukul, pakaiannya dirobek dan kameranya dirampas.

“Saya diseret di seberang jalan seperti hewan setelah meliput. Kemeja dan celana  saya robek. Saya hamil satu bulan dan mengalami keguguran setelah tubuh saya, termasuk perut saya, ditendang oleh preman dan aparat desa. Mereka memperlakukan saya tidak manusiawi, ” katanya kepada ucanews.com hari ini.
“Saya telah mengatakan kepada mereka bahwa saya seorang wartawan dan menunjukkan ID pers saya … tapi mereka masih memukuli saya. ”

Yuni menjelaskan, setelah dipukul, kameranya diambil dan dilempar ke dalam kolam di dekatnya oleh pelaku.

“Kebetulan ada orang yang melewati jalan dan membawa saya ke rumah sakit,” katanya.
Terhadap kasus ini, pada hari ini, Senin (4/3), polisi secara resmi menetapkan Aliansyah, Sekretaris Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur sebagai tersangka.

Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Timur, Komisaris Besar Antonius Wisnu Sutirta mengatakan, tersangka diduga turut menganiaya korban. Polisi masih terus menyidik untuk mencari pelaku lainnya.  “Kemungkinan pelakunya banyak orang,” kata Antonius.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan Gunawan Wibisono mengatakan, pihaknya menilai kasus ini merupakan ancaman terhadap kebebasan pers dan berjanji akan terus mengawal proses hukum.

“Peristiwa ini tentu mencederai kebebasan pers, apalagi korbannya adalah perempuan yang sedang hamil. Kami akan memberi advokasi bagi Yuni”, katanya kepada ucanews.com, Senin (4/3).

Gunawan menjelaskan, dalam melaksanakan tugas, wartawan dilindungi Undang-Undang Pers, dimana bila ada pihak yang menghalangi tugas peliputan dapat terancam hukuman penjara 6 bulan serta denda sebesar 500 juta rupiah.

Namun, menurut dia, proses penyelesaian kasus ini perlu hati-hati karena berdasarkan hasil verifikasi AJI, ada dugaan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan, berhubung orangtua Yuni adalah salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa tanah ini.

“Karena itu, polisi mesti jeli juga untuk melihat hal ini. Meski demikian, tentu saja, pelaku harus dihukum, karena ini adalah ancaman serius bagi dunia pers”, tegasnya.

Menurut data AJI, tahun lalu terjadi 68 kasus kekerasan terhadap wartawan, meningkat dari 49 kasus pada 2011.


Sumber: indonesia.ucanews

Tidak ada komentar: