"Berdamailah dengan bangsa dan rakyat Yang Sengsara, Supaya Bencana dan Petaka
Tidak Lagi Menimpa dan Memporak Porandakan Kehidupan Manusia di bumi"
Namun, Jakarta tetap
bersikukuh untuk mempertahankan otoritas negara ketimbang melihat sebuah proses
dan mekanisme negara untuk menyelesaikan konflik secara terbuka. Sejumlah paket
Konstitusi diluncurkan kepada rakyat Papua sebagai solusi Konflik Jakarta atas
Papua. Klimaks dari rentetan seluruh kebijakan Negara terhadap Papua bermuara
pada UU. No.21/2001, Unit Percepatan Pembangunana Papua Barat (UP4B) dan
Undang-undang Otonomi Plus.
Meskipun, mendapat kecaman dan protes terhadap sejumlah Kebijakan Nasional dari rakyat Papua, namun Pemerintah terus memaksakan kehendaknya untuk diterima dan direfleksikan sebagai bagian dari sebuah solusi rakyat Papua. Jakarta hanya melihat syarat kenegaraan secara politik lebih diutamakan dibandingkan syarat manusia sebagai komponen pembentuk negara. Bisakah sebuah negara menjadi kuat bilamana rakyatnya keropos dan hancur-berantakan ?
Pemikiran tersebut terkadang berhadapan dengan relasi kekuasaan yang
menggunakan instrument Negara untuk menjebak rakyat pada kekuasaan Negara
sebagai suatu kesepakatan elitisentris.
Pilihan tepat untuk berdebat dalam kepentingan yang berbeda tidak serta merta
karena sebuah kebenaran hakiki yang musti dipersandingkan tetapi
perbedaan-perbedaan yang memblokir jalannya demokrasi dapat dilihat sebagai
suatu warisan sejarah yang terpendam.
Perspektif negara
secara formal yang bercampur curiga menghadapi dan menghampiri rakyatnya dalam
bernegosiasi patut dilihat sebagai suatu media politik yang potensial dalam
membangun kesepahaman bersama.
Rakyat yang dipandang
memiliki pikiran lain atau berbeda pandangan masih dilihat “lain dari pada yang
lain”.Kondisi demikian menunjukan negara Indonesia sedang sakit dan mengalami
krisis dalam hidup berdemokrasi, Krisis dalam penegakkan Hak Azasi Manusia,
Krisis percaya diri dalam berhadapan dengan penyelesaiaan segala bentuk
konflik, Krisis kepemimpinan bapak bangsa yang bisa melihat secara utuh keluhan
bangsa dan rakyat “yang lain” sebagai alternative demokrasi.
Para pihak-pihak yang
bertikai musti diajak untuk berunding untuk meminta penyelesaian masalah.
Beberapa negara sudah mulai memprakarsai gerakan-gerakan perundingan damai
dalam rangka menjaga keutuhan dan martabat kehidupan manusia (Suriah, Thailand,
Pakista dll). Suatu record dunia yang patut diberi acung jempol dalam
pembelajaran akan demokrasi.
Negara bangsa mana yang akan kokoh dan kuat bertahan menahan badai dan murka Sang Khalik. Tunduk untuk mengasihi manusia secara damai atau bertahan mempertahankan ideologi kekuasaan suatu Negara yang usianya hanya seumur jagung yang tak pernah abadi.
Penulis: Tokoh Agama di Papua