Rabu, 15 Januari 2014

ENCENG GONDONG, MENGGESER HABITAT ASLI DANAU PANIYAI

Oleh: Jackson Ikomou*)
Eceng Gondong di Danau Paniai. (FOTO/Ils)

KATIKA fajar pagi itu pantulkan dari timur matahari naik, pancaran cahayanya menyinari Kota Enagotadi, Paniyai. Pantulan cahaya matahari yang keluar diantara gunung-gunung yang disebut Egeida itu memperindah kota tua ini. Kota Enagotadi, terletak di lembah paniyai persisnya pinggir danau Paniyai. Keindahan alam danau dan lembah serta gunung bukit mengapit pun dibuat makin indah dan ceria di hadapan pandang mataku. Pandang mata pun mendesak hatiku, lalu saya pernah mengikuti pantulan cahaya mentari pagi itu sambil berjalan kaki kearah pusat kota tua peninggalan Belanda yang pernah diserang Japan usai perang dunia kedua. Membuat diriku, terhibur dari biasnya yang kurang cerah dan dengan penuh keceriaan indah pagi itu membuat diriku pun terus mengayunkan langka kakiku untuk menghampiri pedangang yang sedang bergegas untuk menjual dagangan dalam warung kiosnya. 

Pedagang warung itu bernama Mass Banio, asal dari Pulau Jawa. Pedagangan kios sebagai pekerjaan sehari-harinya, ia menjaga warung kiosnya. Disamping warung kiosnya itu ada kolam ikan dari danau Paniyai. Ikan danau, tidak lain dari ikan emas, ikan mujair, ikan lele juga udang karena dulunya danau paniyai itu ada hanya udang yang kian berkurang atau musnah karena habitatnya dikuasai ikan program perikanan yang dimasukan tahun 1970-an. 

Ketika, saya sampai di warung kios, untuk membeli kelereng di kios yang  terletak di jalan menuju bandara udara Enagotadi. Kolam ikan, yang ada di samping itu, berukuran 7 X 7 persegi. Ada dalam pagar karena sudah dipagari dengan bambu “Idaa Mee”. Menjadi pertanyaan, kolam ikan yang lalu tampak bagus karena tidak ditumbuhi tumbuhan. Akhirnya, saya melihat ada tumbuhan yang menurut saya unik karena tumbuh dengan tumbuhan yang tidak pernah saya melihat selama ini. Rumput yang unik dan tumbuh menjalar diatas air kolam yang polos dipenuhinya. Membuat saya penasaran, Mass Banio ini tanam tumbuhan apa karena sudah menyebar dan memenuhi badan kolam yang sebelumnya, tidak pernah melihat, pikirku. 

Pada saat membeli kelereng di kios, saya mulai bertanya ke Mass Banio. Seraya bertanya, daeng tanam apa di kolam ikan itu? Karena ia lama menjawab, bertanya lagi, “Bapak, tanam tumbuhan apa, karena sekarang kolam ikan ditutupi dan makin bagus, daeng? “Ahhh. Itu tumbuhan Eceng Gondok. Jawabnya. Mass, tumbuhan ini sangat bagus skali kelihatannya tidak ada kolam ikan“ tegasku, sambil membeli kelereng seharga Rp.10.000. 

Mass, “tumbuhan Enceng Gondok itu, diambil dan bawah dari mana eeee? Mass Bania, kenapa tanya? Waa, tumbuhan itu unik sekali bapak, karena disini tidak ada, tegasku. Mass Bania,…waaa tumbuhan itu saya bawa dari nabire dan letakkan di ujung kolam itu cukup satu saja, sambil memperhatikan tumbuhan yang memenuhi badan dalam kolom itu. Jawab Mass Banio sambil tatapnya“, ketika itu saya bawah datang dari Nabire, tegasnya.

Kelereng yang beli di warung kios Mass, “saya main dengan teman-teman di sekolah. Cara mainnya, taruhan kelereng, pass waktu itu saya kalah terus. Karena teman main kereng itu pandai main, akhirnya dalam nokenku sudah habis, tidak ada kelereng.

Ketika saya, melihat dalam noken kecilku itu, semua kelereng habis dan saya minta bagi kesaya, namun teman tidak mau membagi. Kalau, mau minta-minta lagi kenapa main habiskan tadi, rasa sendiri, tegas teman. Saya, mulai menangis, lalu mengejar teman-teman saya dengan batu, karena tidak berbagi ke saya. 

Suara nanggirku : Hiiiii, aniya kelereng kou yokaweii yee hiiiii  ani kelereng kou yokaweii yee hiiiii ani kelereng kou yokaweii yee hihiiiiii….hehehehehe

Teman-teman bermain itu, mereka sampaikan kalau takut kalah jangan bermain semua, rasakan sekarang. Saya kejar pegang batu dan melampiaskan emosi, karena mereka mencari gara dan saya melempari rumah mereka, tempat mereka masuk, di pipih mataku, masih ada tanda nangis, tadi sambil lempar rumah.

Selisih, beberapa hari kemudian, saya datang beli kelelereng di tempat daeng. Sambil, melihat kolam ikan, yang dipenuhi “tumbuhan Enceng Gondonk karena mulai menyebar dalam kolam. Ketika saya beranjak, usia Sekolah dasar (SD) itu, pernah saya memperhatikan, ternyata di Danau Paniyai, pun, Mass Banio buang tumbuhan Enceng Gondok yang saya pernah lihat di kolam ikan miliknya, ketika masih belum sekolah. Penasaran saya, belum usai dan ketika beranjak di usia SD, itu pernah mendengar komnetar seorang mahasiswa ISSP Zakheus Pakage dan mulai mengenal ketika sosialisasikan lewat gereja-gereja di Paniyai,. Kita harus protes kepada pemerintah, karena Danai Paniyai mulai banyak dengan tumbuhan enceng gondok. Dalam pikiran, saya teringat cerita dari pedagang kios, karena ia pernah ceritah bahwa membawah Enceng Gondok dari Nabire. Ternyata, hanya untuk “Mematikan Habitat di Danau Paniyai”. tegasku. 

Hati saya mulai, mendesak untuk bersaksi sesuai pengalaman, akhirnya ramai dibicarakan.
Pada suatu sore, “bapak saya mulai berdiskusi dengan beberapa mahasiswa dari Kampus ISSP Zakheus Pakage mengenai bahaya Eceng Gondong di Rumah sambil minum kopi. Ketika itu, orang tua tinggal di Konplek Misionaris Sending. Rumah yang orang tua tinggal berukuran 5 X 7, dengan 3 kamar tidur, tamu dan dapur serta kamar mandi.

Seusai mendengar cerita, yang hendak bapak saya cerita tadi itu. Ada, seorang mahasiswa mengatakan? Kalau kita perhatikan habitat danau paniyai, burung-burung bangau yang dulu banyak di danau saja sudah mulai hilang, pengganti udang, ikan-ikan mass pun mulai hilang,sekalipun program pemerintah lewat perikanan memasukan itu. Dulunya, kita kenal bahwa di danau paniyai itu banyak udang-udang namun hanya tinggal dua macam akibat Eceng Gondok di Danau Paniyai. “waahhh, keadaan ini dibuat makin parah skali, tegasnya.

Saya, mengatkan,” Ahhh…asal muasal tumbuhan enceng gondok itu. Dulu pada saat beli kelelereng saya pernah lihat di kolam milik Daeng Banio itu banyak dan bertanya? Ternyata, Daeng Bania, yang sebenarnya tentara tetapi berdangan itu, dia bawa masuk ke Paniyai. ketika itu, saya bertanya dibawa dari mana? Dia jawab saya bawa dari Nabire. Sekarang, banyak yang mulai bertanya, enceng gondok itu muncul dari mana? Ternyata, yang membawa masuk tumbuhan itu adalah Daeng Bania, ia membawa dari Nabire dan tanam di kolam dan buang ke Danau Paniyai, tegas kesaksian ketika itu.
Itu sudah,” Jawab mahasiswa yang kuliah di kampus ISSP….

Untuk itu  nanti kita perlu mengadakan riset, kemudian Mahasiswa Zakheus Pakage mengadakan risel:

Hasil risel dari Mahasiswa ISSP Zakheus Pakege telah rekomendari ke Pemerintah untuk di bersihkan. Kemudian pihak pemerintah alokasikan dana untuk pembesihan. Pembersihan di lakukan oleh Masyarakat yang berdomisli di Kampung Aikai

Walaupun dibersihkan malah  menambah. Ini Upaya pemusnaan yang dilakukan secara structural
Pak Banio adalah yang aktivitasnya pedagang tapi nyatanya ia anggota Militer yang ditugaskan di Paniyai. Banio Asal Jawa. Sekarang, beliau, sudah pensiun dari Anggota Militer. Ia huni di sebuah Rumah di Komplex Militer 

Banio sudah lama Tugas di Paniai, dari sejak  Enogotadi masih Ibukota Kecamatan/Distrik. Entah, ditugaskan dalam misi apa? Dan tahun berapa, tidak ketahui, rasaku.

Penyebaran Eceng Gondong berawal dari kolam ikan Mas Banio sehingga Danau Panitai pun menyebar luas. Maka  banyak habitat yang mati akibat ditumbuhinya tumbuhan mematihak habitat danau yang cantik itu. Kadang mama Paniyai Papua menjalah Ikan, ada keluhan tentang kesehatan mereka bahwa mulai terganggu ketika banyak enceng gondok dan sulit mendapatkan ikan, tidak seperti sebelum adanya Enceng Gondong.

Mendengar cerita fakta, Salah satu Mama yang sering menjalah ikan, pernah bercerita tentang mengatakan , “ Ka…ka..kou Aceng Gondok kou yaaa, kaguu badoo nako-naaa udomudo, eyatee nooo, ikane naa ayabeu noo itoko” (artinya, aduuu dengan adanya eceng gondok itu buat susa dapat ikan tetapi membuat lutut sakit, dan makin berat, dan sekarang tidak bisa mendapatkan ikan lagi), tegas kenang mama nelayan danau paniyai.

Sudah beberapa kali perahu tidak bisa masuk sampai ke rumah, karena jalan keluar masuk perahu danau dikuasai tumbuhan enceng gondong dan tidak tertolong. Sulit, keluar masuk dan tidak bisa sampai masuk ke tempat perahu kami seperti dulu, kesaksian saat ini.

Bahkan  ada  juga yang perahu mereka  hilang, akibat terhimpit atau tertimbun dalam tumbuhan Eceng Gondong.

Sebuah pengalaman yang pernah rasakan diatas ini, saya menarik satu pikiran bahwa upaya pemusnaan orang Papua khusus di 7 (tujuh) wilayah adat, masyarakat adat tanah Papua terutama di Mee-Pagoo mesti kita waspadai karena kolonial Indonesia masuk dengan berbagai cara untuk menghancurkan pijakan hidup kita di meuwo dide. 

Hal yang menjadi ironis lainnya, mereka membangun banyak bangunan yang hendak bangun di bibir danau Paniyai tanpa ada kontrol dari pemerintah dan sekalipun ada dari masyarakat adat atau tokoh agama, mereka berlindung dibawah pemerintah setempat. Semoga ini menjaid perhatian, pemerintahan sekarang.

Untuk mengembalikan keindagan alam danau, pemerintah kabuapten Paniyai perlu punya perencanaan yang tepat tanpa membiarkan untuk tambah merusak alam danau paniyai ini, Bila perlu, pemerintah paniyai segera menggusur semua rumah yang dibangun diatas danau di sepangang pinggiran Danau Paniyai ini. Jika tidak diantisipasi oleh dari pemerintah sekarang, kedepan, keindahan danau Paniyai akan tinggal nama karena sudah mulau menghancurkan eksitensi habitat di danau Paniyai dan mata pencaharian masyarakat disekitar danau tersebut di Kabuapten Paniyai.

Ada pengalaman bahwa, beberapa kali pemerintah kabupaten Paniyai pernah membersihkan namun malam tamba banyak karena sumber produksi belum dibereskan yaitu dibawah bangunan yang dirikan dipinggir danau atau bahkan rumah-rumah berdiri diatas sampai masuk danau yang dikenal mendunia Wissel itu. Jika hal ini dibiarkan. Gambaran ini, menjadi keberpihakan semua pihak, untuk katakana kalau bukan sekarang kapan akan bersihkan dan akan kemanakan nasib anak cucu kedepan, bisa juga nama danau tinggal kenangan karena ditutupi enceng gonong dan dipenuhi sampah-sampah buangan pedangang atau rumah yang berdiri gagah diatas danau wissel tadi. Apakah, patas katakana sudah terlanjur, lalu kalau bukan pemerintah (kita), siapa lagi. Sebab, kaum penjajah datang untuk menjajah rakyat Papua. Mulai menghancurkan dari basis penyangga kehidupan. Tempat dimana menjadi mata pencaharian warga setempat, hal ini sangat dirasakan seluruh tanah Papua terutama cerita diatas ini, tegas simaknya.

Hal terpenting lainnya, kaum generasi muda di suku bangsa mesti pikirkan benar tanpa pinggirkan persoalan bersama masyarakat kita. sebab ini tanggung jawab generasi Papua, demi masa depan bangsa Papua. Untuk itu mencari solusi demi menuntaskan Eceng Gondong di Danau Paniai. Dimulai dari pembersihan semua rumah yang berdiri diatas danau karena disana sumber produksi enceng gondong, simaknya agar jelas dalam mengatur tata kota dan wilayah pemerintahan Paniyai kedepan, usulannya.

Demikian:Catatan Singkat ini saya buat atas kesaksian fakta karena tumbuhan pun menyebarkan untuk menggeser tumbuhan asli denga Eceng Gondok di Danau Paniai. Mari Menjaga keindahan danau Paniyai (Lake Wissel), tanpa membiarkan jadi bencana bagi diri tapi penyelamat diri sekarang dan masa mendatang. Salam lestari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar