Minggu, 24 Agustus 2014

Pandangan "Kegoo" di Kalangan Suku Mee, Papua

Oleh: Inatius Fr Bobi*)

Tuan Frans Bobii. (FOTO/Dok)
Papua, Kepercayaan terhadap benda-benda gaib merupakan salah satu tradisi dimasing-masing suku di Papua termasuk suku Mee. Oleh marga-marga yang mendiami pelataran gunung Weyland [Kegata-Makataka], menganggap benda-benda tertentu memiliki kekuatan gaib diluar kekuatan manusia. Matahari, bulan, bintang dan hewan-hewan termasuk kosmos disekitarnya dipandang sebagai pengarah jalan, petunjuk, dan pemberi informasi, [kompas] yang mampu menentukan masa kini, besok dan masa depan mereka.

Hubungan yang jalinan antara manusia dan benda-benda tertentu yang dianggap penyelamat berdasarkan pengalaman yang dirasakan, dialami, dilihat dalam kehidupan sosialnya. Sebabnya dalam proses mempertahankan hidup marga-marga dalam suku Mee memiliki masing-masing kekuatan gaib yang diyakini sebagai dewa penyelamat mereka. Di masa lalu mite “Kego” dipandang sebagai suatu peristiwa pemberi infomasi atas perbuatan yang dicurigai kepada seseorang karena kehilangan barang, kematian seseorang.

Jika seseorang mencuri, atau membunuh seseorang dengan mengunakan jimad, untuk mencari tahu penyebab pelaku atas kematian ataupun kehilangan barang milik orang lain maka kerap kali keluarga almarhum mencari tahu sebab akibat kematian seseorang.

Peristiwa “Kegotai” hanya bisa dilakukan oleh orang khusus [tertentu], yang memiliki hubungan erat dengan benda-benda gaib. Secara harafia’’Kego”memiliki arti pemberi, memberi tahu”, dan Tai artinya melakukan, melaksanakan” merujuk pada gerakan peristiwa tersebut. Maka Kego [benda] adalah suatu peristiwa yang dilakukan guna mendapatkan keterangan atas ketidaktahuan suatu peristiwa, baik kehilangan barang, kematian seseorang.

Biasanya, proses pelaksanaan “Kegotai” oleh orang tertentu mengunakan benda-benda yang didapatkan dari kekuatan gaib atas jalinan tertentu. Penjelasan diatas mendapatkan keterangan bahwa” Kego” menunjukkan benda yang digunakan”sedangkan “Tai” menerangkan atas gerakan yang dilakukan oleh orang yang melakukan peristiwa sacral dimaksud.

Makna yang terkandung dalam proses ini bukan dipandangan sebagai suatu gerakan gargoisme, animism, akan tetapi penghayatan suku yang sudah berkembang, dihayati, diyakini sebagai ciptaan ALLAH [ugatamee,Ugaugamee,]. Karena itu gerakan ini menjadi suatu penghayatan atas kekuatan ALLAh melalui benda kosmos yang diyakininya semenjak zaman Isolemen, zaman Simbiotik hingga zaman Misionaris.

Di kalangan marga-marga suku Mee, paham “Kegotai” merupakan mitos yang dapat memberikan pencerahan dalam kegelapan persoalan bersifat situasional. Ada beberapa jenis “Kegotai” dikalangan suku Mee, diantaranya, Meeyiwi, Tinoubay,[tunibay], Baupana, Duwaikomauga, Pekataumai, Matokatuwai, Bobauga, Matokatuway, Bogauga, Yuweda, Bobauga, dan masih ada yang lain. Berbagai jimaat yang dimiliki akan memberikan suatu pandangan kearah masa depan guna menentukan siapa yang bersalah.

Sejumlah jenis jimaat ini akan bertindak sebagai rambu-rambu untuk memastikan siapa yang mencuri atau membunuh atas suatu masalah. Jika jimaat yang dilakukan itu tidak kena sasaran kepada siapa yang ditujukan maka akan dilakukan pencabutan kembali. Upaya mencabut kembali adat [jimat] yang di lepas kepada orang yang dituduh, maka harus mengumpulkan materi dan kesiapan mental, misalnya, uang, hewan korban, bahkan jimat yang berkelas tinggi harus menyerahkan seorang gadis perawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar