Rabu, 23 April 2014

Hanya Surat

Oleh: Meli Hadjo*)
 
Salam Solidaritas,
Kawan, saya ingin berbagi

Mama Anita Prego. (Foto:Meli)
Hari ini, saya kembali mengunjungi mama Anita Prego di Noelbaki, Kabupaten Kupang. Saya pertama kali mengenal mama Anita 2011, saat kami KoAR membawa anak perempuannya, Natersia ikut lomba membaca cepat di Perpustakaan Negara. Sejak itu, saya terus-menerus mengunjunginya. Entahlah, kenapa saya masih melakukan ini. Mungkin karena setelah saya melihat kehidupannya, saya tak ingin mengabaikannya begitu saja. Tahun 2012, Februari sampai April, mama Anita pernah terlibat dengan saya dalam sebuah project pembuatan film dokumenter berjudul “Konjak Julio” yang diselenggarakan oleh Kickstart-Indocs. Film ini juga melibatkan anak laki-lakinya yang berumur 10 tahun bernama Julio, mengangkat kisah seorang anak yang putus sekolah dan lebih memilih menjadi konjak bemo demi membantu ibunya, mencari uang.

Tadi pagi, saya di rumah mereka. Sekarang Julio 13 tahun, ia tidak lagi konjak, ia sudah jadi calo penumpang. Demikian yang mama Anita bilang. Kalo ada penumpang yang turun dari oto Kupang dia bawa pi oto Oesao, kalo penumpang turun oto Oesao, dia bawa pi oto Kupang. Sudah beberapa hari Julio sakit, mama hanya beli obat di kios. Kalo Julio sakit dia tidak kerja. Mama Anita menjelaskan.

Pemerintah memberikan opsi merdeka atau integrasi, keluarganya memilih bergabung dengan Indonesia. Sampai hari ini, meski status kewarganegaraannya jelas Indonesia, mama Anita masih tinggal numpang di tanah milik pemerintah Kabupaten Kupang, rumah yang ditempatinya juga bantuan pemerintah. Mama Anita bilang kalo tanggal 9 April 2014, tidak memilih caleg DPR-RI (name: out of the record) maka mereka harus pindah.

Mama Anita telah menjanda sejak 2009, dengan kondisi hidupnya yang serba kekurangan, ia masih nekat pinjam uang di koperasi tahun kemarin untuk biayai perbaikan kuburan suami dan anak laki-laki sulung. Menurutnya, mereka sudah meninggal, nanti mereka marah kalo kuburannya tidak perhatikan. Sekarang, setiap bulan mama Anita harus ‘stor’ ke koperasi sebesar 100 ribu rupiah. Uang yang didapat oleh Julio dari hasil calo biasa digunakan untuk bantu bayar kredit koperasi atau beli beras. Dapat sedikit-sedikit saja dari Julio, kadang-kadang 10 ribu, 20 ribu.

Kondisi fisik bangunan dalam
Saya numpang tidur di kamar mama Anita. Dia bilang, aduhhh mama punya rumah begini saja, hanya dapur dengan ruang depan. Kalo di Leste rumah besar, ada anak perempuan besar yang tinggal disana. Mama belum bisa pindah, karena masih ada utang. Nanti, kalau sudah lunas mama mau pinjam lagi untuk urus pasport. Mama mau kunjungi keluarga disana, terus balik lagi kesini. Mama mau tinggal disini saja, kuburan suami dengan anak ada disini.

Sudah sore jam 5, bangun tidur, saya lapar. Ada pisang rebus di periuk kecil, saya mengambil sebuah. Mama Anita bilang hari ini beras habis, jadi kita makan pisang saja. Tadi petugas koperasi datang, mama stor. Saya bilang, pisang juga enak, cukup untuk perut.

Dua tahun lalu, uang yang mama Anita pinjam selain digunakan untuk membenahi kuburan keluarga juga ia pakai untuk perbaikan rumah. Bagi saya, ini bukan rumah layak tinggal. Kayu-kayu penyangga rumah mulai lapuk, musim hujan begini, air tanah naik ke permukaan membuat tanah dalam rumah selalu basah. Beberapa hari tidak hujan, lantai dalam rumah masih basah. Mama Anita menutupnya dengan potongan-potongan triplex bekas. Saya memprediksi, tahun depan bila hujan badai datang, rumah ini bisa roboh. Saya membayangkan, bagaimana jika rumah ini roboh saat Mama Anita dan anak-anaknya sedang tertidur pulas. Begitu saja pertemuan saya dengan mama Anita hari ini.

Saya mau pulang, mungkin hari Minggu atau Senin saya akan kembali lagi menemui Mama Anita. Rencananya, saat saya berkunjung lagi, saya bisa membawa sedikit beras atau apapun yang bisa membantu mama Anita.
Malam ini, saya bertemu seorang kawan dan menceritakan tentang kunjungan saya. Teman ini PNS, ia bersedia memberikan jatah berasnya bulan ini 10 kg untuk mama Anita. Dia juga mau memberikan baju-baju bekas layak pakai untuk mama Anita. Terima kasih kawan. Hanya dengan mendengar cerita, kawan mau berbagi.

Saya percaya, masih ada kawan-kawan lain yang bersedia berbagi. Jika masih ada diantara kawan-kawan yang mau berbagi, saya dengan senang hati bersedia menemui kawan-kawan untuk mengumpulkan apapun yang ingin kawan-kawan bagi untuk mama Anita. Pemberian kawan-kawan akan saya teruskan untuk mama Anita dan anak-anaknya.



Salam Solidaritas





Tidak ada komentar:

Posting Komentar