Selasa, 20 November 2012

Korupsi dan Teroris: Trik Pencitraan Kolonial di West Papua

Oleh: Victor F Yeimo*
Banyak cara dilakukan pemerintah Indonesia agar West Papua tetap dijajah dan kokoh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu upaya yang gencar saat ini adalah politik pencitraan kolonial melalui isu “berantas koruptor”, juga “berantas Teroris” dimana Kapolda Papua Irjen (Pol) Tito Karnavian ditempatkan sebagai eksekutor utama. Dalam dunia postmoderen, Politik Citra (image Politic) selalu dipakai oleh penguasa penjajah sebagai jurus utama dalam membendung gerakan perjuangan yang dilakukan oleh kaum yang dijajah. Strategi dari pencitraan adalah mempengaruhi emosi, opini, cara pandang, dan ideologi rakyat agar muncul antipati terhadap pejuang kemerdekaan dan sebaliknya membenarkan dan mendukung agenda politik penguasa Penjajah yang direkayasa dengan dukungan mesin-mesin pencitraan seperti media cetak dan elektronik yang terus memuluskan kepentingan penguasa kolonial. Di West Papua, penguasa kolonial Indonesia dengan dukungan media cetak dan elektronik terus menjadikan isu pemberantasan korupsi dan teroris untuk mendulang simpati orang West Papua. Indonesia berharap dengan membuat rekayasa teror bom serta mengadili koruptor, rakyat West Papua dapat mendukung upaya Kapolda, juga mendukung operasi basmi yang dilancarkan oleh militer Indonesia tehadap aktivis dan pejuang kemerdekaan West Papua. Trik pencitraannya adalah, seluruh pejuang dan organisasi gerakan perjuangan West Papua distigma teroris, pengacau, separatis, kriminal dan segala citra buruk lainnya sehingga mereka harus dibasmi. Media lokal maupun nasional Indonesia dalam peliputannya ikut memanipulasi berita untuk memojokan ektivis West Papua. Jurnalis-jurnalis yang kebanyakan agen kolonial diarahkan untuk meliput opini sepihak dari polisi saja dalam setiap kasus. Pernyataan polisi dijadikan sebagai pembenaran kasus. Penangkapan liar, pembunuhan liar, penggrebekan liar yang dilakukan polisi terhadap aktivis dan rakyat West Papua diberitakan oleh media kolonial sebagai upaya penegakan hukum kolonial. Untuk menunjukan eksistensi penguasa sebagai “pendekar”, juga sebagai trik menutupi kritik rakyat atau kebrutalan polisi Indonesia, kini Tito Karnavian mendengungkan Pemberantasan Korupsi. Atau setelah tangkap, bunuh dan kejar aktivis dan pejuang West Papua, lalu mencitrakan dirinya sebagai aktor pemberantas koruptor Papua. Orang Papua yang juga sementara sebagai agen-agen kolonial dalam struktur pemerintahannya ditempatkan sebagai manusia “penjilat pantat jakarta” yang menjadi penjahat koruptor di provinsi Papua dan Papua Barat yang harus dibasmi. Media mengkaver kegiatan berantas korupsi sebagai persoalan pokok orang Papua Barat, sembari menutupi persoalan utama yang terus dipersolkan orang West Papua yaitu hak penentuan nasib sendiri. Penguasa kolonial Indonesia mencitrakan orang Papua sebagai pelaku atas Kejahatan dan kegagalan NKRI bangun bangsa West Papua. Makanya, tidak heran Jakarta terus mengadu-doma orang Papua dan menyalahkan orang Papua. Citra orang Papua sebagai koruptor dan teroris dibesar-besarkan agar pemimpin-pemimpin Gereja di Papua, Tokoh-Tokoh Masyarakat di Papua, Akademisi, Mahasiswa, LSM nasional dan Internasional serta negara-negara di dunia dapat memandang mereka sebagai pihak benar, lalu bersimpati dan mendukung rekayasa kolonialisme NKRI di West Papua. Tujuan utama dari akhir rekayasa ini adalah rakyat sibuk dalam setingan penjajah, dan agar dapat mempercayai penguasa kolonial di West Papua dan melupakan perjuangan untuk memerdekakan bangsanya dari ancaman pemusnahan dan eksploitasi ekonomi. Dan di internasional, Kolonial Indonesia berharap Internasional memandang masalah West Papua hanyalah soal uang dan keamanan yang harus diselesaikan dalam internal Indonesial. Adalah suatu rekayasa dan politik pencitraan Kolonial Indonesia di West Papua. Mari kita waspada!! *Penulis adalah Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), tinggal di West Papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar